“Change or die,” sebuah adagium di awal 1990-an mungkin sangat tepat untuk menggambarkan kondisi Provinsi Kalimantan Timur saat ini. Kepemilikan sumber daya alam (SDA) yang melimpah menjadi sandaran pendapatan pemerintah dan kehidupan masyarakat.
Ekplorasi minyak dan gas serta kayu berjaya selama periode 1970 hingga 1990-an, dilanjutkan oleh batu bara dan kelapa sawit. Provinsi yang dijuluki Bumi Etam ini melangkah cepat menuju puncak.
Akan tetapi, pelambatan perekonomian global mengakibatkan menurunnya permintaan dan harga komoditi energi, mineral dan perkebunan. Segala kepongahan musnah dalam sekejap.
Saat ini kondisi Kaltim juga dilanda defisit anggaran, private sektor megap-megap, ekspor yang lumpuh dan daya beli masyarakat menurun.
Pengamat Ekonomi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mulawarman Hairul Anwar mengatakan, provinsi Kaltim menjadi cerminan atau bentuk mini dari Indonesia dimana komoditas sangat terbatas dan sebagian besar merupakan bahan mentah dengan tujuan ekspor.
Padahal, komoditi migas, tambang dan perkebunan sangat rentan terhadap gejolak perekonomian global.
Kondisi pasar internasional yang masih tidak menentu saat ini sangat berdampak pada Provinsi Kaltim dan Riau karena penopang ekonominya mengandalkan sumber daya alam.
"Porsi sumber daya alam ini dalam ekspor Provinsi Riau dan Kaltim memegang peranan penting yakni sebesar 90%," ujarnya kepada Bisnis, belum lama ini.
Menurut dia, pondasi ekonomi di Kaltim yang lemah dan sangat bergantung sumber daya alam ini memang wajar membuat perekonomian mengalami kontraksi yang cukup dalam dan bahkan pertumbuhan yang minus.
"Kabupaten Berau, Kutai Kartanegara, Kutai Timur, dan Kota Bontang yang menjadi penyumbang besar ekonomi Kaltim pun sangat terdampak dengan melemahnya komoditi migas dan batubara."
Ditambah lagi, kondisi saat ini terjadinya pemangkasan anggaran yang sangat besar dilakukan oleh pemerintah pusat dan penurunan dana bagi hasil sehingga membuat daerah kabupaten dan kota yang ada di Kaltim turut terkena dampaknya, anggaran yang defisit.
Hairul tak memungkiri anggaran investasi pemerintah daerah di Kaltim pasti akan menyusut secara drastis. Untuk itu, Kaltim harus benar-benar memfokuskan alokasi anggaran yang dapat meningkatkan daya beli dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
"Saya kira kondisi Kaltim ini akan berlanjut pada tahun depan."
Dia memperkirakan konstelasi perekonomian internasional pun tak akan berubah banyak dengan cepat dalam dua hingga tiga tahun sehingga kondisi Kaltim tidak akan jauh berbeda dengan saat ini. Kaltim masih akan mengalami kondisi perlambatan.
Menurutnya, untuk mendorong pertumbuhan, Kaltim harus membangkitkan industri pengolahan berbasis pertanian, perkebunan, perikanan, dan peternakan. "Kita dapat memulainya dengan mengumpulkan informasi pasar sebanyak mungkin."
Industri yang dipilih pun harus berbasis kebutuhan pasar dan kemampuan sumber daya manusia lokal yang kemudian dikembangkan industri yang menghasilkan semi-finished goods agar bisa bersaing.
"Jika langsung pada barang jadi, kita akan kesulitan untuk bersaing dipasar;" katanya.
Kendati demikian, pengembangan industri pengolahan sangat tergantung pada ketersediaan energi listrik.
Bagi industri, ketersediaan energi ini sangat vital dibandingkan yang lainnya.
"Jalan dan jembatan bagi industri bersifat fixed cost sedangkan energi adalah variabel cost sehingga untuk meningkat kapasitas produksi sangat sulit jika harus menggunakan listrik mandiri, biayanya akan sangat mahal," tutur Hairul.
Kata kunci dari pertumbuhan ekonomi Kaltim yakni transformasi. Apabila Kaltim tak melakukan transformasi, maka kondisi perekonomiannya diprediksi akan bertambah parah.
Masalahnya, lanjutnya, sampai saat ini, sebagian besar kajian ekonomi Kaltim telah salah kaprah didalam melakukan proyeksi ekonomi Kaltim 20 hingga 30 tahun ke depan karena masih tercampur-baur dengan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui.
"Semestinya untuk melakukan transformasi ekonomi harus melepaskan faktor SDA ini dari formulasi agar tidak terbawa pada prediksi ekonomi Kaltim ke depannya," ucapnya.
Hairul menambahkan satu hal yang sangat penting, untuk dapat meningkatkan perekonomian Kaltim yakni harus ada kerjasama dan integrasi ekonomi antar kabupaten dan kota, bukan saling bersaing antar daerah.
"Kita harus menciptakan daya saing regional bukan bersaing satu sama lain. Tentukan mana wilayah industri, penghasil bahan mentah, outlet, dan lain-lainnya," ujarnya.
Pasalnya, kendala terbesar dalam perdagangan antar daerah dan antar pulau bagi Kaltim adalah mahalnya biaya logistik. Akibatnya, produk asal Kaltim kurang mampu bersaing dari segi harga.
Oleh karena itu diperlukan kepemimpinan pemerintah provinsi didalam mengkoordinasi upaya-upaya peningkatan perekonomian dan daya saing wilayah.
Di sinilah peran strategis Pemprov untuk menyatukan kabupaten dan kota di Kaltim serta menciptakan daya saing regional Kaltim.
"Masa depan Kaltim terletak pada adanya daya saing sebagai satu kesatuan wilayah. Masing-masing kabupaten/kota memiliki kelebihan dan kekurangan sehingga jika bersaing sendiri-sendiri kita malah mengarah pada zero sum game," terang Hairul.
Sementara itu, Deputi Kepala Kantor Pewakilan Bank Indonesia (KPw-BI) Kalimantan Timur Bidang Ekonomi dan Moneter Harry Aginta mengatakan pertumbuhan ekonomi Kalimantan Timur dan Utara pada 2016 diperkirakan masih terkontraksi.
Pertumbuhan ekonomi Kalimantan Timur untuk keseluruhan tahun 2016 diperkirakan pada kisaran -1,3% hingga -0,9% (y-o-y).
"Dari sisi pengeluaran, kinerja ekspor luar negeri Kaltimra diperkirakan masih akan terkontraksi hingga akhir tahun," ujarnya.
Perbaikan kinerja ekspor luar negeri Kaltimra sejalan dengan mulai membaiknya kinerja sektor
pertambangan.
Konsumsi rumah tangga diperkirakan akan terus menjadi faktor pendorong pertumbuhan ekonomi hingga akhir tahun 2016.
Selain itu juga, adanya penurunan optimisme masyarakat terhadap ekspektasi kondisi ekonomi ke depan.
Kebijakan pemotongan anggaran oleh pemerintah pusat diperkirakan akan berdampak pada terbatasnya kinerja konsumsi pemerintah wilayah Kaltimra.
"Padahal konsumsi pemerintah diharapkan mampu memberi multiplier effect terhadap aktivitas perekonomian Kaltimra hingga akhir tahun ini," kata Harry.
Berdasarkan lapangan usahanya, perbaikan ekonomi Kaltimra diperkirakan didorong oleh sektor pertanian dan sektor ekonomi tersier.
Sektor ekonomi pertanian yang didominasi oleh subsektor perkebunan diyakini mampu menjadi salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi Kaltimra.
Sementara itu, perbaikan kinerja sektor pertambangan yang diiringi dengan meningkatnya harga batu bara internasional diperkirakan masih terus berlanjut hingga akhir tahun 2016 walaupun tidak setinggi tahun sebelumnya.
"Peningkatan permintaan dari beberapa pabrik CPO baru yang mulai beroperasional pada pertengahan tahun dan peningkatan tren harga Tandan Buah Segar (TBS Sawit) diperkirakan akan mendorong pertumbuhan sektor ini," tutur Harry.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel