Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kalbar Agar Manfaatkan Momentum Naiknya Harga Karet Untuk Hilirisasi

Bisnis.com, PONTIANAK-Harga karet yang mulai membaik, mestinya menjadi momentum bagi pemerintah daerah di Kalimantan Barat untuk membenahi persoalan di komoditas tersebut seperti peremajaan pohon, infrastruktur jalan dan hilirisasi.
Pekerja mengangkat getah karet/Antara-Budi Candra Setya
Pekerja mengangkat getah karet/Antara-Budi Candra Setya

Bisnis.com, PONTIANAK-–Harga karet yang mulai membaik, mestinya menjadi momentum bagi pemerintah daerah di Kalimantan Barat untuk membenahi persoalan di komoditas tersebut seperti peremajaan pohon, infrastruktur jalan dan hilirisasi.

Ketua Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo) Kalbar Jusdar Sutan mengatakan harga karet di tingkat internasional pada bulan ini menyentuh angka US$2,1/kg atau Rp28.041. Adapun, pada tahun sebelumnya harga karet berkisar US$1,08/Kg atau Rp14.421.

Adapun, data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kalbar komoditas ini penyumbang terbesar nilai ekspor Kalimantan Barat yang mengalami kenaikan pada Januari 2017 yakni senilai US$36,03 juta atau meningkat US$11,15 juta dari bulan sebelumnya yang mencapai US$24,88 juta.

“Harga karet tingkat internasional yang sedang bagus membuat ekspor Kalbar naik dua kali lipat dan itu membuat petani karet bergairah untuk menyadap karet. Ekspor bulan ini volumenya naik 13,5%,” kata Jusdar kepada Bisnis, Jumat (3/3).

Menurutnya, untuk menambah produksi karet semestinya dalam jangka waktu panjang, Kalbar sudah seharusnya melakukan peremajaan karet yang dinilai tidak produktif lagi. Dia membandingkan petani karet dari Thailand dengan petani karet di Kalbar.

Jusdar mengutarakan, dengan peremajaan karet, satu petani di Thailand bisa memproduksikaret maksimal mampu hingga 1,8 ton karet. Sementara di Kalbar, sejauh ini satu petani baru mampu maksimal menghasilkan 600 Kg karet.

“Itu baru dari peremajaan, petani karet di Kalbar baru bisa 1/3 produksinya. Belum menggunakan bibit unggul, kalau yang saya amati di Kalbar yang sudah menggunakan bibit unggul karet jenis PB 210 itu petani karet di Landak tapi masih kecil lahannya,” kata dia.

Berdasarkan Direktorat Jenderal Perkebunan pada 2015, total luas lahan perkebunan karet di Kalbar mencapai 361.222 Hektare (Ha) dengan jumlah produksi sebanyak 238.287 ton.

Adapun rinciannya, luas lahan perkebunan rakyat di Kalbar mencapai 343.121 Ha dengan produksi mencapai 211.321 ton pada 2015, perkebunan negara seluas 2.638 Ha dengan produksi 15.463 ton, perkebunan swasta seluas 15.463 Ha dengan produksi 25.091 ton.

Pada tanaman muda perkebunan karet rakyat luasnya mencapai 184.000 hektare, dengan jumlah produktivitas yang telah dipanen sebanyak 323.297 hektare. Adapun jumlah tanaman tua dan rusak sebanyak 81.090 sementara jumlah produksi sebanyak 258.728 ton per tahun yang dikerjakan oleh 316.092 petani.
 
Sementara perkebunan besar memiliki luasan tanaman muda sebesar 1.027 hektare dengan jumlah tanaman yang dihasilkan sebanyak 1.935 hektare dan memiliki tanaman rusak sebanyak 2.153 haktare. Rata-rata produksi sebanyak 1.456 ton per tahun atau 4.942 hektare.

Sementara itu, hambatan lain, infrastruktur jalan di Kalbar belum menunjang kelancaran distribusi komoditas tersebut dari hulu ke hilir. Dia mengutarakan, jalan dari perkebunan ke tingkat pengepul masih berlubang, lumpur dan tanah. Dampaknya, kotoran-kotoran mudah masuk ke latex.

Dia menyoroti pula, peran pemerintah daerah di Kalbar yang belum optimal menarik minat investor untuk membuka pabrik hilirisasi produk turunan komoditas tersebut. “Produk hilirisasi karet dari Kalbar kan dibawa semuanya ke Jawa, di sini belum ada pabriknya. Investor belum mau ke Kalbar, karena infrastruktur jalan belum bagus,” tuturnya.

Kepala Bidang Pengendalian, Data dan Perizinan Badan Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kalbar Catur B Sulistiyo mengatakan, perusahaan karet yang menanamkan modalnya di Kalbar belum tertarik membangun pabrik turunan karet karena perusahaan beralasan Kalbar belum mampu menyediakan bahan baku yang memadai untuk menyuplai kebutuhan produksi dalam dalam negeri.

“Sempat ada perusahaan yang tertarik membangun pabrik sarung tangan di Mandor. Itu kawasan ekonomi khusus (KEK), saya dengar perusahaan sempat mengunjungi memantau kawasan itu tetapi sampai hari ini belum ada kabar lagi,” ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Fajar Sidik

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper