Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

RUU PERTEMBAKAUAN: DPR Bentuk Pansus

Badan Musyawarah (Bamus) DPR RI menetapkan pembahasan RUU Pertembakauan yang memetik polemik dibahas dalam panitia khusus (Pansus).
Petani memanen daun tembakau di persawahan desa Mandisari, Parakan, Temanggung, Jawa Tengah, Rabu (24/8)./Antara-Anis Efizudin
Petani memanen daun tembakau di persawahan desa Mandisari, Parakan, Temanggung, Jawa Tengah, Rabu (24/8)./Antara-Anis Efizudin

Bisnis.com, JAKARTA -- Badan Musyawarah (Bamus) DPR RI menetapkan pembahasan RUU Pertembakauan yang memetik polemik dibahas dalam panitia khusus (Pansus).

Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Supratman Andi Agtas mengatakan rapat Bamus menetapkan pembahasan RUU Pertembakauan dilakukan lintas fraksi. Dengan pola ini diharapkan proses pembahasan lebih intensif.

"Namanya [calon anggota pansus] belum ada, baru diputuskan hari ini [dibentuk Pansus]," kata Supratman di Jakarta, Senin (10/4/2017).

RUU Pertembakauan terus menjadi polemik. Presiden Joko Widodo sempat menunjukan keengganannya melakukan pembahasan. Akan tetapi pada Rapat Paripurna DPR Kamis (6/4/2017) Presiden menunjuk sejumlah menteri sebagai wakil pemerintah. Dalam surat itu Presiden tidak menunjukan keengganannya melanjutkan pembahasan.

Dalam pembukaan rapat terbatas beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo mengemukakan pembahasan masalah tembakau harus mempertimbangkan sejumlah aspek.

Pertama, aspek kesehatan yang berkaitan dengan kepentingan melindungi rakyat dari ganggun kesehatan dan melindungi masa depan generasi penerus.

"Informasi yang saya terima rokok menempati peringkat dua konsumsi rumah tangga miskin, dan rumah tangga miskin lebih memilih belanja rokok dari pada belanja makanan bergizi," kata Jokowi.

Masih menurut catatannya, Presiden mengatakan uang yang dikeluarkan untuk konsumsi produk tembakau 3,2 kali lebih besar dari pengeluaran untuk telur dan susu, 4,2 kali dari pengeluaran untuk beli daging, 4,4 kali dari biaya pendidikan dan 3,3 kali lebih besar dari biaya kesehatan.

Kepala Negara menambahkan, hal itu berdampak pada kualitas sumber daya manusia masa mendatang serta tingginya biaya kesehatan yang ditanggung oleh negara dan masyarakat.

"Berdasarkan data dari BPJS kesehatan tahun 2015 lebih dari 50%  biaya pengobatan dihabiskan untuk membiayai penderita penyakit tidak menular yang salah satu faktor risikonya disebabkan konsumsi rokok dan paparan asap rokok," paparnya.

Kedua, aspek kelangsungan hidup para petani tembakau dan para pekerja yang hidupnya sangat bergantung pada industri hasil tembakau. Ketiga, kondisi ketenagakerjaan dan perlindungan bagi pekerja pabrik di industri hasil tembakau.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Anggara Pernando

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper