Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penggunaan Teknologi Ini Dipercaya Mereduksi Emisi Pembangkit Batu Bara

Penggunaan batubara bersih akan mengurangi emisi sebanyak 1,3 juta ton dalam 20 tahun terakhir
PLTU Rembang dibangun diatas lahan seluas 55 Ha, berada di Desa Leran dan Desa Trahan, Kecamatan Sluke, Kabupaten Rembang/pln.co.id
PLTU Rembang dibangun diatas lahan seluas 55 Ha, berada di Desa Leran dan Desa Trahan, Kecamatan Sluke, Kabupaten Rembang/pln.co.id

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah disarankan untuk memaksimalkan penggunaan teknologi ultracritical, yakni teknologi yang berguna untuk menekan tingkat emisi. yang bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan listrik yang terus meningkat.

Hanya saja, pemanfaatan PLTU dengan bahan bakar batu bara banyak mendapat tantangan, terutama soal isu lingkungan. Emisi gas dari pembakaran batu bara dianggap mencemari lingkungan. Apalagi, pemerintah berusaha untuk menekan tingkat emisi hingga 29% pada 2030.

"Penggunaan batu bara bersih akan mengurangi emisi sebanyak 1,3 juta ton dalam 20 tahun terakhir," kata Presiden Direktur Cirebon Energi Prasarana Heru Dewanto dalam keterangan tertulis yang diterima, Rabu (24/5/2017).

Dia menjelaskan, dalam teknologi ultracritical, pelepasan gas emisi diawasi secara berkesinambungan melalui stasiun pemantau dengan Monitoring Environment Management System. Dengan demikian, kualitas udara dapat terdeteksi, apakah madih dalam batas aman atau telah terjadi pencemaran.

Kebutuhan listrik di Indonesia terus meningkat. Pada 2017, kebutuhan energi listrik diperkirakan mencapai 234 TWh. Sedangkan pada 2026 nanti, kebutuhan diproyeksikan mencapai 480 TWh.

"Pemerintah harus mensyaratkan penggunaan teknologi batubara bersih dalam proyek-proyek PLTU yang menjadi bagian dari program 35 GW. Soalnya langkah tersebut telah dilakukan oleh negara-negara maju," ujarnya.

Peneliti Senior BPPT Kardono mengamini, pada akhirnya pembangkit listrik berteknologi ultracritical yang akan menjadi fokus perhatian. Sebab, bisa menghemat konsumsi batubara 46%, sedangkan pembangkit konvensional hanya 30%.

"Teknologi ultracritical bisa menghasilkan energi yang lebih besar dengan konsumsi batubara yang sama dengan konvesional. Dari sisi output, tidak banyak menghasilkan gas emisi," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Tegar Arief
Editor : Fajar Sidik

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper