Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PENCUCIAN UANG: Puluhan Ribu Pengacara Belum Patuhi PP 43/2015

Puluhan ribu pengacara yang tersebar di seluruh Indonesia belum melakukan registrasi gathering report information processing system atau GRIPS sebagai syarat menyerahkan laporan transaksi keuangan mencurigakan atau LTKM.
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Kiagus Ahmad Badaruddin./JIBI-Endang Muchtar
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Kiagus Ahmad Badaruddin./JIBI-Endang Muchtar

Kabar24.com, JAKARTA - Puluhan ribu pengacara yang tersebar di seluruh Indonesia belum melakukan registrasi gathering report information processing system atau GRIPS sebagai syarat menyerahkan laporan transaksi keuangan mencurigakan atau LTKM.

Berdasarkan data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) ada 30.438 orang yang berprofesi sebagai advokat atau pengacara.

Namun, belum satu pun yang melakukan registrasi GRIPS.

Jumlah profesi ini merupakan yang terbanyak di antara enam profesi yang wajib melakukan prinsip mengenali pengguna jasa (PMPJ) dan LTKM sesuai Peraturan Pemerintah No.43/2015 tentang Pihak Pelapor Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tinda Pidana Pencucian Uang.

Adapun profesi lainnya yakni notaris yang secara kesleuruhan berjumlah 12.512 orang dan baru 12 orang yang melakukan registrasi, lalu akuntan publik yang baru lima orang yang teregistrasi dari total 1.163 orang, serta akuntan yang berjumlah 172 orang dan yang teregistrasi baru delapan orang.

Profesi lainnya yakni pejabat pembuat akta tanah (PPAT) yang berjumlah 14.996 orang namun yang baru terdaftar GRIPS sebanyak empat orang, serta perencana keuangan sebanyak 5.289 orang, hanya lima di antaranya yang terdaftar GRIPS.

Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin mengatakan profesi-profesi tersebut rentan dimanfaatkan pelaku tindak pidana pencucian uang untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan yang merupakan hasil dari tindak pidana dengan cara berlindung di balik ketentuan kerahasiaan hubungan profesi dengan pengguna jasa.

Dia mengatakan Indonesia memang belum dapat mengukur kemanfaatan laporan transaksi mencurigakan yang disampaikan oleh profesi kepada negara.

Namun dengan demikian, Indonesia dapat belajar dari pengalaman negara lain seperti Swiss. Dari 93,5% laporan mencurigakan yang disampaikan oleh profesi, hasil analisisnya disampaikan kepada penegak hukum dan 62% di antaranya sampai ke proses peradilan.

“Sementara itu di Inggris dan Belanda, selain bermanfaat untuk kepentingan penegakan hukum, informasi dari profesi juga membantu mengidentifikasi dan menemukan hasil tindak pidana, guna kepentinganj penyitaan dan perampasan aset oleh negara,” ujar Kiagus dalam pertemuan korodinasi PPATK, KPK dan Pelapor Profesi, Jumat (16/6/2017).

PPATK, lanjutnya, berharap agar profesi memahami bahwa pengaturan profesi sebagai pihak pelapor dan pelaksaan kewajiban pelaporan oleh profesi tertentu dimaksudkan untuk melindungi profesi tersebut agar tidak disalahgunakan oleh pelaku kejahatan, khususnya memperikan perlindungan terhadap tuntutan hukum, baik secara perdata maupun pidana, apabila penyandang profesi tersebut beritikad baik. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Saeno

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper