Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemerintah Akan Revisi Beleid Kontrak Jual Beli Listrik

Pemerintah Akan Revisi Beleid Kontrak Jual Beli Listrik terutama bagian penanggungan risiko terkait government force majeure
Pekerja memerbaiki jaringan listrik PLN./Bloomberg-Dimas Ardian
Pekerja memerbaiki jaringan listrik PLN./Bloomberg-Dimas Ardian

Bisnis.com, JAKARTA--Pemerintah akan merevisi beleid tentang kontrak jual beli gas terutama bagian penanggungan risiko terkait government force majeure karena menimbulkan ketidakpastian bagi pengembang.

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Andi Noorsaman Sommeng mengatakan poin government force majeure menjadi masalah bagi penyedia dana. Pasalnya, hal itu akan mempengaruhi kemampuan proyek memperoleh akses pendanaan dari bank.

Alasannya, pengembang, baik PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) maupun badan usaha swasta harus menanggung government force majeure karena termasuk dalam risiko. Oleh karena itu, pihaknya akan merevisi Peraturan Menteri No.10/2017 tentang Pokok-Pokok dalam Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik.

Adapun, dalam Pasal 8 tentang Alokasi Risiko, disebutkan beberapa risiko yang harus ditanggung pengembang. Pada ayat 1, mengatur risiko yang ditanggung PT PLN (Persero) meliputi perubahan kebijakan atau regulasi (government force majeure), kebutuhan tenaga listrik, kemampuan transmisi yang terbatas dan keadaan kahar (force majeure).

Kemudian ayat 2, diatur tentang risiko yang ditanggung badan usaha yakni perubahan kebijakan atau regulasi (government force majeure), masalah pembebasan lahan, perizinan termasuk izin lingkungan, ketersediaan bahan bakar, ketepatan jadwal pembangkit dan keadaan kahar (force majeure). Adapun, risiko yang ditanggung PLN dan badan usaha diatur lebih lanjut dalam perjanjian jual beli listrik (PJBL).

"Government force majeure di dalam permen 10 nah itu yang membuat orang ada ketidakpastian. Terutama para lender. Nah para lender itu issue-nya adalah issue apakah ini bankable atau enggak," ujarnya usai menghadiri Rapat Kerja di Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Senin (10/7/2017) malam.

Dia pun menyebut kalimat government force majeure selanjutnya akan dihapus melalui revisi Permen No.10/2017.

"Seharusnya memang tidak perlu ada, ter-stated government force majeure," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper