Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PNS di 104 Kota/Kabupaten Tak Lagi Konsumsi Tabung Melon

Pegawai Negeri Sipil di 104 pemerintah kota dan kabupaten tak lagi mengonsumsi elpiji atau liquefied petroleum gas (LPG) tabung melon atau yang berukuran 3 kilo gram (kg) yang hingga kini masih mendapat subsidi.
MenteriESDM Ignasius Jonan (tengah) memeriksa konverter dan tabung gas elpiji 3 kilogram yang akan diserahkan kepada nelayan di Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (29/9)./JIBI-Paulus Tandi Bone
MenteriESDM Ignasius Jonan (tengah) memeriksa konverter dan tabung gas elpiji 3 kilogram yang akan diserahkan kepada nelayan di Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (29/9)./JIBI-Paulus Tandi Bone

Bisnis.com, JAKARTA - Pegawai Negeri Sipil di 104 pemerintah kota dan kabupaten tak lagi mengonsumsi elpiji atau liquefied petroleum gas (LPG) tabung melon atau yang berukuran 3 kilo gram (kg) yang hingga kini masih mendapat subsidi.

External Communication Manager Pertamina Arya Dwi Paramita mengatakan bahwa saat ini terdapat 104 pemerintah tingkat kabupaten dan kota yang telah melarang pegawai negeri sipil (PNS) agar tak menggunakan LPG bersubsidi. Seperti diketahui, LPG ukuran 3 kg yang kini beredar masih mendapat subsidi dengan nominal sekitar Rp4.800 per kg. Karena peredarannya belum dibatasi, beberapa pemerintah daerah menerapkan imbauan untuk melarang seluruh PNS menggunakan LPG bersubsidi.

"Sudah itu ada 104 pemkot sudah, 104 pemkot-kabupaten nah DKI Jakarta sudah semua. Dukungan pemerintah ini kuat banget untuk imbau PNS tidak gunakan [LPG] 3 kg," ujarnya di Jakarta, Jumat (6/10/2017) malam.

Menurutnya, konsumsi LPG akan terus naik karena program konversi minyak tanah ke LPG terus meluas cakupannya. Namun, bila LPG bersubsidi masih mudah aksesnya, konsumsinya tak akan turun justru akan terus naik seiring dengan meluasnya cakupan konversi minyak tanah.

Kelangkaan, katanya, akan terjadi karena pengguna semakin banyak sementara pemerintah menetapkan kuota penyaluran tanpa membatasi peredarannya. Tercatat, tutur Arya, konsumsi LPG bersubsidi naik 6% dibandingkan semester I/2016. Tahun ini, konsumsi LPG subsidi sebesar 3,09 juta ton sementara periode yang sama tahun lalu sebesar 2,9 juta ton.

"Selama masyarakat mampu masih pakai subsidi pasti akan ada rebutan," katanya.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ego Syahrial memperkirakan realisasi penyaluran LPG 3 kg tahun ini akan melampaui target. Tercatat, pada 31 Agustus 2017, realisasi penyaluran LPG 3 kg sebanyak 4,1 juta ton. Sementara, target dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setelah Perubahan 2017 sebesar 6,19 juta ton. Hingga akhir tahun, menurut Ego, realisasi penyaluran LPG 3 kg sebanyak 6,36 juta ton.

Adapun, pada Rancangan APBN 2018 yang disepakati di Badan Anggaran sebesar 6,45 juta dari asumsi penyaluran LPG 3 kg 6,95 juta ton. Padahal, pada 2018 distribusi tertutup LPG diasumsikan mulai pada Februari atau Maret 2018.

Program penyaluran subsidi tertutup LPG telah disepakati agar digabungkan dengan Program Keluarga Harapan bersama Kementerian Sosial. Namun, dia pesimistis proses validasi dan integrasi data bisa rampung di akhir 2017 sehingga pada 2018 distribusi tertutup bisa dimulai. Oleh karena itu, dia berharap agar bisa diterapkan cara lain untuk menekan konsumsi LPG 3 kg seperti melarang PNS turut menikmati subsidi LPG.

"Saya belum lihat sampai akhir tahun apakah bisa kita lakukan di awal 2018," ujarnya.

Dia mengakui dari aspek validasi dan verifikasi data penerima subsidi hingga saat ini masih belum siap. Berdasarkan data Bank Indonesia dan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), penyaluran subsidi LPG menyasar rumah tangga dengan 26 juta yang mendapat subsidi. Kriteria penerima subsidi yakni pendapatan Rp350.000 per kapita per bulan, tembok rumah tak permanen dan lantai rumah tidak permanen.

Untuk penerima dari pelaku usaha mikro, ditarget menyasar 2,3 juta pelaku usaha. Usaha mikro yang dimaksud yakni usaha mikro yang dikelola rumah tangga dengan tingkat kesejahteraan 40% terendah dengan aset maksimal Rp50 juta, omzet maksimal Rp300 juta per tahun, barang jualan dan tempat tidak tetap dan tingkat pendidikan relatif rendah serta belum mendapat akses ke perbankan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Sepudin Zuhri

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper