Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Irak dan Kurdi Memanas, Trump Angkat Bicara

Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengisyaratkan meningkatnya kekhawatiran tentang situasi di wilayah utara Irak setelah pasukan yang setia terhadap pemerintah Baghdad merebut markas besar pemerintahan provinsi Kirkuk.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump./Reuters-Carlos Barria
Presiden Amerika Serikat Donald Trump./Reuters-Carlos Barria

Kabar24.com, JAKARTA - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyatakan kekhawatirannya tentang situasi di wilayah utara Irak setelah pasukan yang setia terhadap pemerintah Baghdad merebut markas besar pemerintahan provinsi Kirkuk.

Alasannya karena ketegangan ini akan mengancam otonomi Kurdi sekaligus mendorong harga minyak menjadi lebih tinggi.

“Kami tidak berpihak, tapi kami tidak menyukai kenyataan bahwa mereka bentrok,” kata Trump kepada awak media di Gedung Putih, seperti dikutip dari Bloomberg, Selasa (17/10/2017).

“Sudah bertahun-tahun kami memiliki hubungan yang sangat baik dengan Kurdi. Dan kami juga pernah berada di pihak Irak. Tapi kami tidak berpihak terhadap bentrokan itu,” lanjut Trump.

Laporan televisi Iraqiya mengabarkan bahwa tentara Irak dan milisi sekutunya telah merebut ladang minyak, sebuah kilang, dan pangkalan militer dari tangan Kurdi.

Beberapa pejuang Kurdi, yang dikenal sebagai peshmerga, dilaporkan telah menarik diri dari posisi mereka dalam hal koordinasi dengan pasukan Irak, alih-alih mempertahankannya.

Pergolakan di wilayah tersebut berlangsung pasca referendum bulan lalu saat orang-orang Kurdi Irak memilih untuk merdeka. Gerakan ini dikecam oleh para pejabat di Baghdad serta Turki, Suriah, dan Iran, yang juga memiliki populasi Kurdi.

Suku Kurdi, yang tersebar di empat negara tersebut, menduduki peringkat sebagai kelompok etnis terbesar di dunia tanpa memiliki negara sendiri.

Sementara itu, AS telah berpuluh-puluh tahun mendukung rakyat Kurdi Irak dalam melawan diktator Saddam Hussein dan kemudian sebagai kekuatan tempur melawan Negara Islam (ISIS).

Namun, tergulingnya Hussein oleh pasukan AS pada tahun 2003 juga membawa sebuah aliansi dengan pemerintahan di Baghdad. Hal ini sekaligus menempatkan Washington dalam posisi yang semakin sulit setelah pasukan Irak akhirnya bergerak untuk merebut kembali wilayah yang dikuasai orang Kurdi dalam serangan awal ISIS pada tahun 2014.

Juru bicara Pentagon Robert Manning sebelumnya menyatakan bahwa AS menentang tindakan-tindakan yang mengacaukan stabilisasi perjuangan melawan ISIS. “Kami terus mendukung Irak yang bersatu,” tegas Manning.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper