Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kasus BLBI: Syafruddin Anggap Boediono Paling Bertanggung Jawab

Mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional Syafruddin Arsyad Temenggung mengatakan bahwa urusannya dengan hak tagih Rp4,8 triliun sebenarnya telah selesai.
Mantan Ketua BPPN Syafruddin A. Temenggung selepas diperiksa KPK pada Rabu (3/1/2018) dalam kasus BLBI./Antara-Hafidz Mubarak
Mantan Ketua BPPN Syafruddin A. Temenggung selepas diperiksa KPK pada Rabu (3/1/2018) dalam kasus BLBI./Antara-Hafidz Mubarak

Bisnis.com, JAKARTA - Mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung mengatakan urusannya dengan hak tagih Rp4,8 triliun sebenarnya telah selesai.

Ditemui seusai diperiksa sebagai tersangka di Gedung KPK di Jakarta pada Kamis (4/1/2018), Syafruddin kembali menyatakan pada 2004 dia telah menyerahkan sejumlah aset dari obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Sjamsul Nursalim senilai Rp4,8 triliun kepada Menteri Keuangan Boediono.

“Aturan sudah jelas. Semua sudah saya sampaikan dan hak tagih juga. Saya serahkan pada 2004 tapi pada 2007 dijual hanya Rp220 miliar. Jadi, sudah selesai urusan saya,” ujarnya.

Karena dilego dengan harga murah inilah yang menurutnya menyebabkan ada dugaan kerugian negara Rp4,58 triliun.

Dia berpandangan jika ada potensi kerugian negara, maka yang patut diperiksa adalah Menteri Keuangan pada saar itu dan PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA), karena aset-aset tersebut dijual setelah BPPN dibubarkan pada 2004.

Syafruddin diduga telah menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara dalam penerbitan surat keterangan lunas (SKL) kepada Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham pengendali BDNI.

Pria yang menjabat sebagai Kepala BPPN sejak April 2002 ini, pada bulan berikutnya mengusulkan kepada Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) untuk melakukan perubahan atas proses litigasi terhadap kewajiban obligor menjadi restrukturisasi atas kewajiban penyerahan aset oleh obligor BDNI kepada BPPN sebesar Rp4,8 triliun.

Hasil dari restrukturisasi tersebut, Rp1,1 triliun ditagihkan kepada petani tambak yang merupakan kreditor BDNI dan sisanya Rp3,7 triliun tidak dilakukan pembahasan dalam proses restrukturisasi, sehingga masih ada kewajiban obligor yang harus ditagihkan.

Akan tetapi, pada April 2004, tersangka selaku Ketua BPPN mengeluarkan surat pemenuhan kewajiban pemegang saham terhadap obligor Sjamsul Nursalim atas semua kewajibannya kepada BPPN. Padahal saat itu masih ada kewajiban setidaknya Rp3,7 triliun.

Tersangka diduga melanggar Pasal 2 Ayat 1 Undang-undang (UU) No 31/1999 yang telah diperbaharui dalam UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 KUHP.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper