Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pelaku Pertanyakan Kebijakan Pembatasan Impor Tembakau

Pelaku mempertanyakan jenis tembakau dalam daftar pengetatan impor dalam Peraturan Menteri Perdagangan No. 74/2017, yang justru paling banyak dibutuhkan dalam produksi rokok.
Petani menjemur tembakau rajang di rumahnya di Desa Tlogorejo, Karangawen, Demak, Jawa Tengah, Selasa (22/8)./ANTARA-Aji Styawan
Petani menjemur tembakau rajang di rumahnya di Desa Tlogorejo, Karangawen, Demak, Jawa Tengah, Selasa (22/8)./ANTARA-Aji Styawan

Bisnis.com, JAKARTA—Pelaku mempertanyakan jenis tembakau dalam daftar pengetatan impor dalam Peraturan Menteri Perdagangan No. 74/2017, yang justru paling banyak dibutuhkan dalam produksi rokok.

Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Soeseno mengatakan mengapa tembakau dengan jenis virginia, burley, dan oriental yang dibatasi impornya. Menurutnya, tiga jenis tembakau tersebut, produksinya di bawah kebutuhan nasional.

Data Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian 2015, luas areal tanaman tembakau virginia hanya 28.949 hektar, sementara produksinya 38.371 ton atau hanya 19,8 % dari total produksi tembakau nasional.

Lain halnya jenis burley, areal dan produksinya lebih kecil lagi. Dengan total luas areal tanam sebesar 997 Ha, produksinya hanya mencapai 1.417 ton. Adapun untuk jenis oriental, lanjut Soeseno, di Madura hanya mampu menghasilkan tembakau jenis semi oriental.

Padahal di Indonesia produksinya masih terbatas. Untuk yang jenis oriental malah tidak bisa diproduksi di sini, sehingga harus diimpor dari Timur Tengah,” tuturnya dalam keterangan pers, Jumat (19/1/18).

Dalam Permendag 84/2017, daftar tembakau yang dibatasi impronya, a.l. tembakau belum dipabrikasi, tembakau tidak bertangkai, jenis virgnia, jenis burley, jenis oriental, batang tembakau dan lainnya.

Hanya saja, ketentuan pembatasan impor tidak berlaku untuk barang penelitian dan pengembangan teknologi

Dia menjelaskan untuk memproduksi satu batang rokok dibutuhkan beragam jenis tembakau. Menurutnya, pabrikan rokok punya formulanya masing-masing, tetpai jika satu komponen berkurang, yang lainnya juga harus dikurangi. Maka, potensi serapan tembakau dari petani lokal yang nantinya juga akan terganggu.

Terpisah, Ketua Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Budidoyo menilai Permendag 84 Tahun 2017 yang diterbitkan tersebut merupakan niatan baik dari pemerintah. Namun yang justru dibutuhkan para petani tembakau adalah semakin pendeknya mata rantai tata niaga.

“Sekarang ini masih panjang sekali mata rantainya dan banyak lapisannya. Kondisi ini yang tetap membuat para petani tembakau susah,” ujarnya.

AMTI mengusulkan sebaiknya pemerintah lebih fokus dalam memangkas rantai tata niaga tembakau yang panjang. Dia menambahkan cara untuk memutus mata rantai tata niaga yang panjang adalah dengan membangun kemitraan antara petani tembakau dan pabrikan rokok.

“Cara kemitraan ini malah sudah dilakukan beberapa pabrikan rokok besar dengan menyerap tembakau lokal langsung dari petani,” ujarnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Rustam Agus

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper