Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

RISIKO KREDIT: Ini Sektor yang Diwaspadai Bankir Tahun 2018

Kendati risiko kredit perbankan mencatatkan tren penurunan, bankir masih mewaspadai potensi pemburukan kualitas kredit di sejumlah sektor.

Bisnis.com, JAKARTA – Kendati risiko kredit perbankan mencatatkan tren penurunan, bankir masih mewaspadai potensi pemburukan kualitas kredit di sejumlah sektor.

Menurut Direktur Manajemen Risiko dan Kepatuhan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Ahmad Siddik Badruddin, menyatakan beberapa sektor masih memiliki risiko yang patut diperhatikan dalam tahun ini.

“Sektor yang masih berisiko tinggi antara lain industri baja/logam dan industri plastik,” katanya kepada Bisnis, belum lama ini.

Potensi risiko tersebut sejalan dengan kondisi industri plastik dalam negeri yang terancam terkait rencana penerapan cukai plastik.

Sementara itu, industri baja domestik juga mengalami gempuran dari produk-produk impor. Walhasil, tahun lalu sejumlah perusahaan baja skala besar mencatatkan kerugian. 

Meski demikian, Siddik melihat kualitas kredit di sejumlah sektor lain akan mengalami perbaikan pada tahun ini, seperti sektor consumer goods, batu bara serta industri pendukungnya.

Perbaikan debitur di sektor tersebut akan diharapkan mendorong turunnya jumlah kredit bermasalah (non performing loan/NPL) sehingga rasio credit at risk secara keseluruhan diproyeksikan turun.

Credit at risk adalah jumlah kredit bermasalah ditambah dengan kredit hasil restrukturisasi. Per akhir tahun lalu credit at risk Bank Mandiri ada di level 11%.

“Diproyeksikan tahun 2018 akan membaik di bawah 10%, yang didorong membaiknya NPL bank, antara lain membaiknya debitur yang berada di sektor consumer goods, batu bara maupun industri pendukungnya,” ungkapnya.

Dalam meminimalisir risiko kredit, Bank Mandiri memiliki sejumlah strategi, antara lain dengan menambah booking kredit di sektor yang berisiko rendah seperti infrastruktur, perkebunan sawit/CPO; melakukan early restructuring untuk debitur yang trendnya memburuk serta mengefektifkan collection/lelang terhadap debitur-debitur bermasalah.

Dihubungi terpisah, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. menyatakan credit at risk pada bidang konstruksi dan perumahan juga diperkirakan akan mengalami perbaikan.

Direktur Bank BTN Nixon Napitupulu mengatakan pihaknya yakin kualitas kredit tahun ini akan lebih baik sejalan dengan outlook perekonomian yang diharapkan tumbuh lebih tinggi dari tahun lalu.

“2018 NPL diharapkan menurun. Kami proyeksikan pada akhir tahun bisa di bawah 2,5% dan untuk kolektibilitas 2 (dalam perhatian khusus) BTN juga bisa turun di bawah 8%,” ujarnya kepada Bisnis.

Adapun, berdasarkan kinerja keuangan (unaudited), per akhir tahun 2017 lalu bank spesialis pembiayaan perumahan itu mencatat posisi NPL sebesar 2,61%. Sementara itu, untuk kredit dalam perhatian khusus sebesar 8,7%.

Guna menjaga rasio kredit tetap di rasio yang ditargetkan, BTN melakukan banyak perbaikan, termasuk dari sisi collection management system.

Selain itu, perseroan juga memperbaiki berbagai proses bisnis yang saat ini dilakukan lewat program transformasi BTN di kantor cabang. “Penyelesaian NPL juga jadi fokus kami, terutama penyelesaian NPL KPR,” ujar Nixon.

Direktur Utama PT Bank Mega Tbk. Kostaman Thayib juga bilang pihaknya optimistis rasio credit at risk akan terus menurun, melanjutkan tren tahun lalu.

“Tahun ini pasti akan turun karena 2017 saja NPL kami sudah turun. NPL gross per akhri Desember membaik menjadi 2% dari 3,4% pada Desember 2016,” katanya.

Dari segi sektor, bank Mega menyatakan masih mewaspadai sejumlah sektor, antara lain pertambangan dan multifinance. Meski demikian, perseroan akan tetap menyalurkan kredit kepada debitur dari sektor tersebut secara lebih selektif.

“Kami pelajari, kemarin-kemarin sektor pertambangan sempat bermasalah, tapi kalau dipilih di dalam sektor tambang itu selalu ada pemain yang bisa survive, jadi tergantung kita pilihnya. Sektor yang dulu sempat bermasalah di perbankan seperti batubara dan minyak gas sekarang harganya sudah mulai naik, mudah-mudahan terus membaik.”

Secara industri, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat adanya perbaikan risiko kredit yang signifikan.

Mengacu pada data OJK, rasio NPL per Desember 2017 tercatat di level 2,59%, lebih rendah dari posisi Desember 2016 sebesar 2,93%.

Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Halim Alamsyah menuturkan kendati masih cukup tinggi, rasio credit at risk tersebut telah mengalami penurunan pada awal tahun 2018.

“Di ujung kuartal III/2017, credit at risk sebesar 11,9%, masih cukup tinggi. Awal Januari ini kami pantau sudah turun menjadi 9,6%. Ini penurunan yang drastis,” tuturnya.  

Turunnya rasio credit at risk merupakan hasil upaya perbankan melakukan langkah hapus buku atau penghilangan kredit yang masih bermasalah. Di sisi lain korporasi juga sudah mulai selesai melakukan konsolidasi internal sehingga bersiap untuk berekspansi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper