Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Masih Pasar Terbesar CPO, Gapki Sebut Market Share di India Turun

Gapki menilai India tetap menjadi pasar ekspor minyak kelapa sawit terbesar Indonesia sepanjang 2017 meskipun market share CPO di negara itu terus turun.
Ilustrasi kelapa sawit/Reuters-Samsul Said
Ilustrasi kelapa sawit/Reuters-Samsul Said

Bisnis.com, JAKARTA – Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menilai India tetap menjadi pasar ekspor minyak kelapa sawit terbesar Indonesia sepanjang 2017 meskipun market share crude palm oil (CPO) di negara itu terus turun.

Ketua Umum Gapki Joko Supriyono menyebutkan tren penurunan tersebut terjadi setelah India mulai melakukan impor minyak nabati selain minyak kelapa sawit seperti soybean oil (minyak kedelai) yang terus meningkat.

“Soybean diimpor oleh India sehingga merebut pasar palm oil. Walaupun ekspor palm oil Indonesia ke India tinggi, market share ekspor palm oil turun karena impor non-palm oil makin tinggi,” ungkapnya kepada Bisnis pada Selasa (7/2/2018).

Dia mengemukakan untuk mengantisipasi penurunan market share palm oil, pemerintah harus memperbaiki daya saing dengan minyak nabati lain agar tetap bisa kompetitif. Jika tidak, dikhawatirkan CPO dalam negeri dikalahkan komoditas minyak nabati negara lain.

Sebelumnya, pemerintah diminta menyelesaikan hambatan dagang dengan India soal pengenaan bea masuk crude palm oil yang tinggi, agar mampu meningkatkan ekspor ke negara tersebut yang berpotensi 27 juta ton per tahun.

Joko mengatakan sejak setahun terakhir pemerintah India mengeluarkan kebijakan pengenaan bea masuk CPO dua kali lipat dari sebelumnya. Keputusan ini membuat pengusaha semakin kesulitan mengekspor karena pendapatannya mengecil.

Menurut dia, India menjadi pasar CPO terbesar Indonesia setelah meningkatkan permintaan minyak kelapa sawit hingga total 7,63 juta ton sepanjang 2017, atau meningkat 1,84 juta ton dibandingkan dengan 2016 sebesar 5,78 juta ton. Peningkatan ini mencapai 32%. Sementara rata-rata 15 juta ton minyak nabati dipasok ke India setiap tahun.

Langkah India dinilai akan memperlambat ekspor CPO ke negara itu dan membuat persaingan harga menjadi kurang kompetitif akibat biaya yang dikeluarkan cukup tinggi. Belum lagi pengusaha juga dikenakan bea ekspor dari dalam negeri yang masih besar.

Menurutnya, kebutuhan minyak nabati dalam negeri di India mencapai 20 juta ton per tahun. Namun, rata-rata India mengimpor sekitar 15 juta ton minyak nabati per tahun.

Selain memasok minyak kepala sawit, kebutuhan negeri tersebut juga ditopang produksi dalam negerinya seperti soybean oil, dan rapesheed dengan total produksi 6 juta ton.

Meskipun begitu, India juga masih mengimpor nabati lain seperti sunflower oil untuk memenuhi total kebutuhan tersebut. Dengan demikian, bukan tidak mungkin negara itu berpotensi memerlukan 27 juta ton minyak nabati per tahun pada masa mendatang.  

“Hambatan perdagangan ke India mesti diselesaikan. Masalah hambatan tarifnya, India menerapkan double untuk CPO dan bahan olahan. Mau tidak mau pemerintah harus menyelesaikan,” kata Joko.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper