Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Indonesia Perlu Kaji Opsi Kebijakan Pajak

Kepala Peneliti Fiskal Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji mengatakan setelah pemerintah AS memutuskan untuk melakukan reformasi pajak, Indonesia dan negara lainnya juga harus menimbang-nimbang. Karena jika tidak, dana milik warga AS di luar negeri dan investor asing lainnya akan berbondong-bondong pergi ke Negeri Paman Sam.
Ilustrasi pajak/Istimewa
Ilustrasi pajak/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA -- Kompetisi pajak di kancah internasional akan semakin intens, sehingga pemerintah perlu mempertimbangkan seluruh opsi dan dampak-dampaknya.

Kepala Peneliti Fiskal Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji mengatakan setelah pemerintah AS memutuskan untuk melakukan reformasi pajak, Indonesia dan negara lainnya juga harus menimbang-nimbang. Karena jika tidak, dana milik warga AS di luar negeri dan investor asing lainnya akan berbondong-bondong pergi ke Negeri Paman Sam.

"Artinya, dia berusaha untuk memanggil pulang perusahaan multinasional AS pulang kampung. Lalu banyak juga dia akan menarik investasi [dari luar negeri]," paparnya dalam acara Tax Update DDTC, di Jakarta, Kamis (22/2/2018).

Seperti diketahui, Pemerintah AS telah menyetujui penurunan tarif PPh Badan dari 35% menjadi 21%.

Menurut Bawono, AS merupakan salah satu negara eksportir yang memiliki tarif pajak tinggi. Dengan tarif pajak yang tinggi saja, AS dinilai masih mampu menjaga investornya. 

Oleh karena itu, penurunan tarif pajak diperkirakan dapat menarik lebih banyak investor. Hal ini dapat berpengaruh terhadap nilai investasi Indonesia.

Negara-negara Uni Eropa (UE), seperti Jerman, dan China pun diproyeksi bakal segera merespons kebijakan reformasi pajak AS. 

Dia menyatakan pemerintah memiliki beberapa opsi, yakni penurunan PPh badan, tax allowance dan tax holiday, serta pajak teritorial. Apalagi, pemerintah pernah mempunyai wacana untuk menurunkan PPh badan dari 25% menjadi 17%. 

DDTC memandang langkah tersebut bisa saja diambil, karena tarif pajak Indonesia tidak terlihat kompetitif jika dibandingkan dengan PPh perusahaan di negara-negara tetangga. Malaysia diketahui menerapkan PPh perusahaan sebesar 24%, Vietnam 20%, Thailand 20%, dan Singapura 17%. 

Namun, tutur Bawono, penurunan tarif PPh badan secara drastis akan sangat berisiko terhadap pelebaran shortfall. Pasalnya, penerimaan pajak sangat bergantung pada jenis pajak tersebut.

Berdasarkan catatan Bisnis, per 31 Desember 2017 penerimaan pajak senilai Rp1.151,5 triliun atau 89,74% dari target APBN-P 2017 yang sebesar Rp1283,6 triliun. Artinya, shortfall penerimaan pajak pada 2017 senilai Rp132,4 triliun, atau lebih besar dari prediksi yang antara Rp110 triliun-Rp130 triliun.

Dia menerangkan dalam kondisi kondisi ekonomi seperti ini, tax allowance dan tax holiday adalah opsi yang paling memungkinkan untuk dipilih.

Lagipula, pemerintah juga berencana untuk menambah kriteria industri, serta melakukan simplifikasi persyaratan dalam pemberian insentif tax allowance dan tax holiday. Hal tersebut diharapkan dapat menjawab kebutuhan investor dengan adanya sistem instentif yang lebih praktis.

Opsi lainnya adalah pemerintah memilih untuk mengubah sistem pajak world wide menjadi teritorial atau sama seperti yang diterapkan AS.

"Maksudnya, dari world wide penghasilan wajib pajak (WP) dalam negeri yang bersumber baik dari dalam maupun luar negeri akan dikenakan pajak. Ini adalah sistem indonesia," jelas Bawono.

Sementara itu, dalam sistem pajak teritorial WP hanya diwajibkan membayar pajak dari penghasilan dalam negerinya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : M. Richard
Editor : Annisa Margrit

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper