Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ini Pandangan Pakar Soal Program Tol Laut

program Tol Laut yang berjalan hingga saat ini baru efektif menurunkan harga hingga di pelabuhan, belum sampai ke konsumen akhir sebagai pengguna.
Ilustrasi kapal yang termasuk program tol laut/Antara-Kornelis Kaha
Ilustrasi kapal yang termasuk program tol laut/Antara-Kornelis Kaha

Bisnis.com, JAKARTA -- Kalangan akademisi dan pengamat menilai program Tol Laut yang sudah digelar selama tiga tahun masih menyisakan sejumlah pekerjaan rumah. Program ini dinilai belum menjamin penurunan harga barang di wilayah terpencil dalam jangka panjang.

Pakar Maritim dari Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya, Raja Saut Oloan Gurning menilai program Tol Laut yang berjalan hingga saat ini baru efektif menurunkan harga hingga di pelabuhan, belum sampai ke konsumen akhir sebagai pengguna. Faktanya, barang muatan masih perlu angkutan darat dari pelabuhan menuju pusat kota wilayah konsumen.

Saut mengakui Tol Laut saat ini memang menyediakan pasokan barang penting seperti bahan pangan dan bahan bangunan ke wilayah pelosok. "Dulu barangnya tidak ada sekarang jadi ada, ini memang baik dan harganya memang turun. Tapi apakah [penurunan harga] continue atau tidak?," jelasnya kepada Bisnis.com, Senin (5/3/2018).

Dia menerangkan, pemerintah harus punya perencanaan jangka panjang untuk program Tol Laut. Dia berpendapat program ini harus memberikan peran yang proporsional kepada pemangku kepentingan lain, yakni Kementerian Perdangan dan Pemerintah Daerah.

Saut menilai, Tol Laut bukan semata kewenangan Kemenhub. Oleh karena itu, dia mengusulkan sebuah komite untuk memantau program Tol Laut. Komite tersebut menurut Saut tak perlu sebuah badan baru.

Dia mengatakan tim pengendali inflasi daerah yang sudah eksis bisa menjadi tim yang turut memantau implementasi program Tol Laut. "Fungsi tim bisa ditambahkan karena angkutan ini juga sebetulnya bisa berfungsi mengendalikan inflasi di daerah," jelasnya.

Direktur The National Maritime Institute (Namarin), Siswanto Rusdi berpendapat program Tol Laut sudah salah sejak dari konsep. Dia menjelaskan, Tol Laut digulurkan karena tidak ada kapal yang melayani Kawasan Timur Indonesia.

"Tapi asumsi itu salah karena swasta sejak dulu sudah ada [berlayar ke KTI], ini menyebabkan distorsi pasar," ujarnya kepada Bisnis.

Dia mengimbuhkan, tanpa pengembangan sektor riil di daerah, baik perdagangan maupun perindustrian, muatan balik kapal akan selalu minim. Oleh karena itu, kesinambungan program Tol Laut menjadi dipertanyakan karena hanya akan bertumpu pada subsidi.

Dalam catatan Bisnis.com, sepanjang 2017 realisasi program Tol Laut di bawah target. Data Kemenhub menunjukkan, realisasi angkutan tol laut pada 2017 mencapai 212.865 ton atau 41,2% dari target 517.200 ton. Sementara itu, realisasi muatan balik hanya mencapai 20.274 ton atau hanya 9,52% dari muatan berangkat.

Berdasarkan evaluasi penyelenggaraan Tol Laut pada 2017, tahun ini Kementerian Perhubungan merombak pola operasi dan skema subsidi Tol Laut dirombak. Kemenhub tahun ini menggelar 15 trayek dengan pola pengumpul dan pengumpan atau hub and spoke.

Skema subsidi juga didasarkan kontainer yang diangkut, tidak lagi berdasarkan kapal. Total subsidi yang digelontorkan mencapai Rp447,62 miliar atau naik 33% dari alokasi subsidi pada 2017.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Rivki Maulana
Editor : Fajar Sidik

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper