Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pelemahan Batu Bara Pukul Bisnis Hotel Kaltim, Bahkan Ada yang Tak Mampu Bayar Listrik

Perhimpunan hotel dan restoran Indonesia Provinsi Kalimantan Timur meminta Pemerintah Provinsi memberikan stimulus untuk menggerakkan industri jasa dan pariwisata.
Ilustrasi/JIBI
Ilustrasi/JIBI
Bisnis.com, SAMARINDA - Perhimpunan hotel dan restoran Indonesia Provinsi Kalimantan Timur meminta Pemerintah Provinsi memberikan stimulus untuk menggerakkan industri jasa dan pariwisata.
 
Wakil Ketua Bidang Hukum dan Organisasi Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Provinsi Kaltim Abdul Rasyid mengatakan, masih belum pulihnya kondisi ekonomi global dan turunnya harga minyak, gas serta batu bara berdampak pada menurunnya tingkat penghunian kamar atau okupansi di Kaltim ini.
 
"Kondisi ekonomi, penurunan harga di sektor tambang dan tingginya inflasi ini berpengaruh pada tingkat okupansi di Kaltim," ujarnya kepada Bisnis, belum lama ini.
 
Tingkat okupansi hotel di Samarinda, diperkirakan masih belum pulih. Hingga pertengahan tahun ini, tingkat okupansi hotel di Kaltim mencapai rerata sekitar 50% hingga 60%. Penurunan tingkat okupansi hotel selama bulan Ramadan ini terbilang biasa karena sedikitnya event yang digelar.
 
"Bulan Ramadan tingkat okupansi memang berkurang, ini memang terjadi setiap tahunnya. Jelang dan selama Ramadhan akan dibawah 50% nanti akhir tahun kalau ekonomi baik akan naik lagi okupansinya."
 
Saat ini, kondisi sektor perhotelan sangat mengkhawatirkan. Pasalnya, industri perhotelan di Kaltim ini sangat bertumpu pada sektor tambang beserta turunnya. Beberapa hotel di Kaltim yang berada dalam zona mengkhawatirkan yakni 'merah' yakni sekitar 4 atau 5 hotel yang berencana untuk gulung tikar akibat kondisi perekonomian yang melesu.
 
"Ada sekitar 4-5 hotel yang akan gulung tikar. Mereka tidak mampu bayar listrik, air maupun gaji karyawan."
 
Sekretaris Jenderal PHRI Provinsi Kaltim M. Zulkifli berpendapat, Pemprov perlu mengambil langkah untuk menstimulus sektor jasa perhotelan dan pariwisata.
 
"Ini perlu ada kalender of event dari Pemprov. Jadi seperti seminar, kegiatan olahraga yang sifatnya nasional diselenggarakan di Kaltim agar berdampak pada tingkat hunian kamar. PHRI siap dengan seluruh kegiatan pemerintah," tuturnya.
 
Kendati demikian, perlu dilakukan sejumlah terbosan oleh masing-masing pemilik hotel. Terobosan tersebut seperti menggelar banyak kegiatan atau event masing-masing hotel. "Jangan berharap pada tingkat hunian kamar tapi harus mengoptimalkan meeting, incentive, convention, and exhibition (MICE) atau mencari segmen lain."
 
Zulkifli menambahkan, tingkat okupansi hotel di Kaltim yang paling tinggi berada pada klasifikasi hotel bintang dua. Sebab, hotel bintang dua menawarkan range harga Rp300.000 hingga Rp500.000.
 
"Memang kami akui ada penurunan harga yang dilakukan oleh pemilik hotel agar banyak peminatnya. Ini ada sebuah persaingan antar hotel."
 
Menurutnya, sedikitnya permintaan kamar  hotel ini juga disebabkan menjamurnya hotel di sejumlah titik seperti perkotaan saja. Oleh karena itu, Pemprov Kaltim perlu memberlakukan moratorium sementara izin pendirian hotel yang berada di pusat kota di tengah kondisi yang belum pulih.
 
"Perlu moratorium ini jangan disalah artikan, bukan tidak boleh berinvestasi. Kalau izin sudah dikeluarkan yasudah mau diapakan lagi, kalo izin yang belum dikeluarkan ya perlu dilakukan moratorium di daerah tertentu saja. Moratoritum itu buka tutup, kalau pada waktunya dibuka ya dibuka, kalau tidak perlu ditutup."
 
Moratorium ini bukan melarang para calon investor masuk ke Kaltim untuk mendirikan hotel tetapi Pemprov diharapkan mengarahkan lokasi hotel tidak lagi berada di pusat kota. Contohnya, salah satu wilayah pengembangan hotel yakni daerah Samarinda Utara tempat Bandara Samarinda Baru yang akan beroperasi.
 
Dia meyakini wilayah tersebut akan berkembang pesat apabila infrastruktur dasar seperti jalan, air dan listrik terpenuhi. Hal tersebut akan sangat berguna bagi para pengusaha yang jeli melihat peluang di kawasan pengembangan.
 
"Di pusat kota Samarinda wilayahnya sudah penuh untuk hotel. Pemerintah perlu mengarahkan ke daerah lain kecamatan maupun kabupaten salah satunya ke utara yang ada cikal bakal lapangan terbang, daerah tertentu juga berkembang kalau ada hotel."
 
Menurutnya, pusat kota saat ini tidak memungkinkan lagi untuk lokasi pembangunan hotel baru. Oleh karena itu, pemerintah perlu melakukan moratorium kontruksif dengan memikirkan pertimbangan wilayah. "Jadi izin pendirian hotel enggak hanya satu wilayah saja atau pusat kota. Coba diarahkan ke daerah yang lain. Saya yakin dengan ada hotel di kecamatan maupun kabupaten akan mengembangkan wilayah tersebut."
 
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Provinsi Kaltim, okupansi hotel paling tinggi pada bulan April yakni bintang 5  sebesar 69,95%, disusul hotel bintang 2 yang sebesar 63,38%, lalu bintang 3 sebesar 54,71%, bintang 4 sebesar 43% dan bintang 1 sebesar 31,04%.
 
Rerata tingkat okupansi keseluruhan pada bulan April sebesar 52,6% atau menurun sebesar 5,55% dari April tahun lalu yanf sebesar 58,15% dan Maret 2016 yang sebesar 56,87%.
 
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Yanita Petriella
Editor : Yoseph Pencawan

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper