Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kredit Masih Lambat, Bank Timbun Dana

Bisnis.com, JAKARTA Pertumbuhan kredit yang masih lambat membuat perbankan terus-terusan menimbun dana di instrumen moneter Bank Indonesia. Bank lebih selektif menyalurkan dana karena risiko kredit masih membayangi.
Ilustrasi/Bisnis.com
Ilustrasi/Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA – Pertumbuhan kredit yang masih lambat membuat perbankan terus-terusan menimbun dana di instrumen moneter Bank Indonesia. Bank lebih selektif menyalurkan dana karena risiko kredit masih membayangi.

Pada akhir November 2017, posisi operasi pasar terbuka (OPT) Bank Indonesia (BI) mencapai Rp339 triliun. Nilai tersebut turun dibandingkan posisi di bulan sebelumnya yang sebesar Rp374,5 triliun.

Lembaga Penjamin Simpanan menyebutkan, penurunan tersebut disebabkan oleh turunnya penempatan pada reverse repo Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp26,5 triliun dari posisi Oktober 2017 menjadi Rp104,7 triliun.

Sementara itu, posisi Sertifikat Deposito Bank Indonesia (SDBI) mencatat kenaikan sebesar Rp6,1 triliun menjadi Rp189 triliun. Dari jumlah tersebut, kenaikan yang terbesar adalah penempatan pada deposit facility yang mencatatkan kenaikan sebesar Rp35,9 triliun menjadi Rp108,2 triliun.

“Penurunan terbatas pada instrumen OPT terjadi akibat belum optimalnya penyaluran kredit, sehingga meskipun suku bunga yang diberikan BI terus turun, bank tetap menempatkan kelebihan likuiditas pada instrumen SDBI dan deposit facility,” kata Sekretaris LPS Samsu Adi Nugroho, Selasa (12/12/2017).

Di sisi lain, LPS menyatakan likuiditas perbankan akan tetap memadai hingga awal tahun. Hal ini akibat pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) yang lebih tinggi, meski kini bank menawarkan tingkat bunga dana yang lebih rendah.

“Kecenderungan nasabah DPK perusahaan dan individu yang mengakumulasi cash memberi efek positif bagi tambahan likuiditas perbankan.”

Mengacu pada data Analisis Uang Beredar Bank Indonesia pada Oktober 2017, total dana pihak ketiga perbankan untuk pertama kalinya telah menyentuh Rp5.019,3 triliun, tumbuh 10,6% secara year on year.

Pertumbuhan tersebut ditopang kenaikan DPK dalam bentuk giro dan tabungan yang masing-masing tumbuh 13,4% dan 10,2%. DPK yang sering disebut dana murah tersebut berjumlah total Rp2.731,8. Adapun untuk dana mahal deposito tumbuh 9,7% menjadi Rp2.287,6 triliun.

Kenaikan DPK dua digit masih lebih kencang dibandingkan dengan pertumbuhan kredit per Oktober 2017, sebesar 8%. Lambatnya laju pertumbuhan kredit diperkirakan masih akan terus berlanjut hingga awal 2018 sebagai dampak dari langkah pelaku bisnis yang masih menahan ekspansi dan mengakumulasi cash.

“Ini juga dampak strategi bank yang lebih selektif dalam menyalurkan kredit baru,” kata Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan Halim Alamsyah.

Halim menuturkan, kendati rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/ NPL) telah turun perlahan ke level 2,96% pada akhir kuartal III/2017, bank masih berhadapan dengan kredit yang berisiko menjadi NPL.

Total credit at risk atau NPL ditambah kredit hasil restrukturisasi masih berkisar 11% secara nasional. Persentase risiko kredit yang dinilai masih tinggi akan membuat bank-bank akan menjadi lebih selektif dalam memberikan kreditnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper