Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemerintah Bentuk Kawasan Penyangga Pangan Ibu Kota Baru

Pemerintah akan melakukan pembibitan dengan membentuk klaster bagi 10 kabupaten di Kalimantan Timur.
Foto aerial proyek pembangunan jalan Tol Balikpapan-Samarinda yang melintasi wilayah Samboja di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (28/8/2019). Gerbang tol di Samboja akan menjadi salah satu akses masuk ibu kota negara baru dari arah Samarinda dan Balikpapan./Antara-Akbar Nugroho Gumay
Foto aerial proyek pembangunan jalan Tol Balikpapan-Samarinda yang melintasi wilayah Samboja di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (28/8/2019). Gerbang tol di Samboja akan menjadi salah satu akses masuk ibu kota negara baru dari arah Samarinda dan Balikpapan./Antara-Akbar Nugroho Gumay

Bisnis.com, BALIKPAPAN — Pemerintah akan melakukan pembibitan dengan membentuk klaster bagi 10 kabupaten di Kalimantan Timur sebagai bagian dari rencana pembangunan ibu kota baru mandiri tanpa impor pangan.

Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengatakan, hal tersebut dilakukan supaya skala ekonomi dan industri pertanian di Kalimantan Timur bisa terbangun. Dia melanjutkan, daerah-daerah tersebut akan berfungsi sebagai penyangga seperti yang terjadi pada DKI Jakarta.

Jakarta, sebut Amran, telah membentuk klaster di Jawa Barat dan Lampung untuk mengatasi persoalan tingginya impor jagung dari Amerika dan Argentina. Hal itu dilakukan setelah selama 3 tahun lebih Jakarta melakukan impor total sebesar 3,5 juta ton dengan nilai mencapai Rp10 triliun.

“Kami menyiapkan kebutuhan penduduk 50 juta orang. Sehingga mengepung ibu kota tidak ada impor beras tomat, dll. Leading sector yang mendistribusi pembibitan dari sini tidak mengambil dari Semarang dan Jawa Timur. Utamanya yang produksi sayur-sayuran yang cepat rusak dekat dengan ibu kota. Jangan jauh,” jelasnya saat pembukaan diskusi Strategi Pengembangan Kawasan Penyangga Pangan Ibu Kota, Sabtu (31/8/2019).

Adapun sejumlah kabupaten tersebut telah dipetakan yakni Berau sebagai produsen jagung dan bawang merah. Kabupaten Bulungan dan Nunukan untuk padi, cabai, dan bawang merah. Kabupaten Berau dibangun menjadi sentra produksi jagung dan bawang merah. Malinau sebagai sentra produksi padi dan jagung.

Selanjutnya, Kabupaten Tana Bumbu menjadi sentra produksi padi dan cabai, Tanah Laut sebagai sentra padi, jagung, cabai dan bawang merah. Kapuas Hulu sebagai sentra padi, cabai dan bawang merah, Ketapang sebagai sentra cabai. Sementara Kutai Barat sentra padi dan jagung dan Kabupaten Paser sentra padi, cabai dan bawang merah.

Selain itu, Amran juga meminta Gubernur Kaltim untuk menganggarkan penyediaan cold storage sebelum dimulainya pemindahan ibu kota pada 2024. Keberadaan ruang penyimpanan itu akan membantu bumi etam untuk mengelola panen dan ekspor. Hal itu sekaligus mengatasi persoalan inflasi saat musim harga tinggi. Pengadaannya, ungkapnya, bisa dilakukan bekerja sama dengan BUMN seperti Badan Urusan Logistik (Bulog).

Tak hanya itu, Amran mendorong agar tersedianya lahan untuk tebu karena saat ini banyak investor tertarik di sektor tersebut. Apabila hal tersebut dilaksanakan dan persoalan lahan rawa di Kalimantan rampung, maka Kaltim justru diharapkan bisa melakukan ekspor ke negara tetangga terdekat yakni Malaysia.

Berdasarkan data kementerian Pertanian, proyeksi kebutuhan pangan di Kalimantan Timur dengan jumlah penduduk sebesar 3,5 juta jiwa untuk komoditas beras sebesar 295,8 ribu ton dengan prsenetase saat ini baru mencapai 47,2% dari kebutuha. Jagung 275,3 ribu ton atau 40% dari kebutuhan, Bawang Merah 10,2 ribu ton atau 8,1% dari kebutuhan serta Cabai 9,1 ribu ton.

Diproyeksikan untuk kebutuhan pangan bagi 5,58 juta jiwa mendatang bagi komoditas beras menjadi 452,3 ribu ton, Jagung sebesar 253,6 ribu ton, Bawang Merah sebesar 15,6 ribu ton, dan Cabai 15,2 ribu ton.

Khusus untuk tanaman Hortikultura dengan potensi 1,4 juta ton eksisting saat ini masih mencapai 500.000 ton, Amran meminta kepala dinas yang bersangkutan untuk melakukan replanting.

“Kalau bisa dari 500.000 ini, 100.000-nya replanting. Karena aku yakin produktivtasnya rendah. Yang replanting karena nggak bisa lagsung membuka lahan baru,” tekannya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Miftahul Ulum
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper