Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Korsel Ajukan Proposal Peningkatan Produksi Sumur Minyak Tua

Ketua Kadin Kaltim Alexander Soemarno mengatakan, perusahaan tersebut memiliki proyek percontohan yang telah berjalan di Canada. Saat ini, lanjutnya mereka tengah mengincar untuk berinvestasi di negara kawasan Asia Tenggara seperti Indonesia, Vietnam, Malaysia, dan Myanmar.
Ilustrasi pompa sumur minyak./JIBI
Ilustrasi pompa sumur minyak./JIBI

Bisnis.com, BALIKPAPAN—Perusahaan asal Korea Selatan, Hansung Heavy Industry co. Ltd mengajukan proposal kepada Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kalimantan Timur untuk berinvestasi dalam riset dan pengembangan peningkatan produksi sumur minyak tua.

Ketua Kadin Kaltim Alexander Soemarno mengatakan, perusahaan tersebut memiliki proyek percontohan yang telah berjalan di Canada. Saat ini, lanjutnya mereka tengah mengincar untuk berinvestasi di negara kawasan Asia Tenggara seperti Indonesia, Vietnam, Malaysia, dan Myanmar.

Alex menjelaskan sumur-sumur tua itu seperti sumur minyak peninggalan zaman Belanda yang banyak tersebar di daerah Kaltim. Termasuk juga sumur-sumur yang dieksploitasi pada awal pembentukan tanah air dan dieksploitasi oleh PT Pertamina (persero).

“Masih tahap penjajakan awal ini, sehingga belum dirumuskan. Tadi baru bicara awal sekali, apa yang mereka bisa [teknologi] dan kondisi kita yang ada. Semoga saja bisa,” katanya Kamis (8/8/2019).

Menurut catatan Bisnis, umur lapangan yang mature atau tua memang menjadi faktor mengapa produksi minyak dan gas di Indonesia kian menurun.

Berdasarkan catatan mantan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), menjabat periode 2014 - 2018, Amien Sunaryadi, 79 persen lapangan migas di Indonesia berumur lebih dari 15 tahun. Dalam hal ini Amien menegaskan penurunan produksi minyak dan gas tidak ada kaitannya dengan masa kepemimpinan seorang Presiden.

"Memang gini, di lapangan migas sejak awal sudah bisa di estimasi, sejak waktu memutuskan lapangan ini akan dibangun. Artinya, kalau misalnya zaman Presiden SBY lifting-nya tinggi tapi zaman Presiden Jokowi menurun, itu nggak ada hubungannya. Ya, karena lapangannya sudah mature," katanya.

Sementara itu, terkait cost recovery yang terus naik seiring dengan lifting yang menurun, mantan ketua KPK itu menjelaskan biaya maintanance lapangan tua memang cenderung lebih mahal ketimbang lapangan dengan umur yang masih dini.

"Kok, cost naik padahal produksi turun? Itu statement salah karena lapangan migas harus dilihat sejak awal [dibangun] sampai akhir. Dari awal produksi sekian biayanya sekian kemudian dikurangi capex-opex sisanya dibagi pemerintah dan kontraktor. Nah, yang dimaksud lapangan yang masih baru itu dimaksud umurnya masih 6 - 7 tahun jadi produksi tinggi, biaya turun. Tapi kalau lapangan tua, itu lifting turun cost naik."


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper