Bisnis.com, BALIKPAPAN — Munculnya laporan fintech lending ilegal menambah kekhawatiran dan keresahan di tengah tingginya antusiasme dan permintaan masyarakat terhadap layanan financial technology.
Co-Founder dan juga CEO dari Kredivo Akshay Garg menyebutkan bahwa menjamurnya perusahaan financial technology (fintech) ilegal masih menjadi momok bagi industri keuangan saat ini.
Dia menuturkan secara garis besar Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kembali menemukan 123 fintech lending illegal yang tidak terdaftar.
Data OJK pada Juli 2019 secara nasional menyatakan terdapat lebih dari 11 juta pengguna fintech lending di Indonesia, dengan jumlah akumulasi penyaluran pinjaman yang dikucurkan oleh fintech mencapai 49,79 triliun rupiah atau meningkat 119,69 persen dibandingkan dengan bulan yang sama di tahun sebelumnya.
“Pelaku fintech ilegal menjalankan kegiatan bisnisnya tanpa izin sehingga banyak dari produk dan layanannya yang tidak sesuai dengan regulasi yang berlaku terutama terkait dengan keamanan data dan perlindungan konsumen,” jelasnya, Minggu (6/10/2019).
Dia menuturkan di era teknologi saat ini, masyarakat dapat begitu mudahnya mengakses berbagai informasi, terutama melalui sosial media.
Hal ini yang lantas harus disikapi secara cermat karena pada awalnya banyak dari fintech ilegal yang memanfaatkan kekurangpahaman sebagian masyarakat melalui penyebaran informasi melalui berbagai kanal atau website.
Meningkatkan literasi keuangan menjadi salah satu upaya preventif yang dapat dilakukan oleh berbagai pihak agar masyarakat semakin bijak dalam memanfaatkan produk dan layanan jasa keuangan secara digital.
Pemerintah dan otoritas terkait saat ini telah melakukan berbagai upaya baik preventif maupun represif untuk menekan keberadaan fintech ilegal. Selain melalui pembentukan Satgas Waspada Investasi sebagai upaya represif, OJK dan Bank Indonesia juga bersinergi dengan asosiasi yang menaungi perusahaan fintech legal untuk secara aktif melakukan edukasi serta sosialisasi kepada masyarakat tentang industri fintech saat ini.
“Kami juga memahami pentingnya sinergi bersama asosiasi dan regulator dalam meningkatkan literasi keuangan dengan bersinergi, agar masyarakat terhindar dari maraknya praktik fintech illegal,” ungkapnya.
Berdasarkan catatan Bisnis, indeks inklusi dan literasi sektor jasa keuangan pada masyarakat Kaltim dinilai belum optimal karena masih masing-masing berada pada posisi 74,97 persen dan 30,5 persen.
Hal itu menandakan masih terdapat jarak antara literasi dan inkluasi.Saat ini, indeks inklusi dan aliterasi rata rata nasional berkisar 67,8 persen dan 29,7 persen. Menurut OJK, ini berarti pemanfaatan masyarakat terhadap produk dan jasa layanan keuangan belum didukung oleh pemahaman terhadap perencanaan pengelolaan keuangan yang lebih baik dan produktif.