Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Keputusan Menkeu Diyakini akan Ganggu Perputaran Uang Daerah

Keputusan Kementerian Keuangan yang mengkonversi penyaluran dana bagi hasil dan dana alokasi umum dalam bentuk non tunai dinilai akan mengganggu perputaran uang di daerah.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro/Reuters
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro/Reuters
Bisnis.com, BALIKPAPAN - Keputusan Kementerian Keuangan yang mengkonversi penyaluran dana bagi hasil dan dana alokasi umum dalam bentuk non tunai dinilai akan mengganggu perputaran uang di daerah.
 
Untuk diketahui, Kementerian Keuangan mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan No 235/PMK-07/2015, tentang Konversi Penyaluran Dana Bagi Hasil dan/atau Dana Alokasi Umum dalam Bentuk Nontunai. Ini melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN).
 
Ketua Pusat Kajian Perencanaan Pembangunan dan Keuangan Daerah Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda Aji Sofyan Effendi menilai keputusan tersebut akan membuat daerah akan kehilangan likuiditas.
 
"Uang tunai tidak lagi berada di daerah, maka pemda tidak bisa leluasa menggunakannya untuk menggerakkan sektor rill. Daerah akan mengalami il-likuiditas," ujarnya kepada Bisnis, Senin (1/2/2016).
 
Dengan mekanisme penyaluran nontunai yang baru berlaku, lanjutnya, daerah akan  mengalami perlambatan dalam velocity of money dimana uang yang beredar di daerah semakin kecil.
 
Hal itu juga akan berdampak pada perlambatan dalam transaksi perdagangan di daerah dan perbankan di daerah juga akan mengalami likuiditas yang kurang baik dalam waktu relatif lama sesuai dengan lamanya waktu SBN.
 
Menurut Aji, kebijakan pemberian dana transfer nontunai hanya memindahkan pengendapan dana di daera menjadi pengendapan dana di pusat.
 
"Tidak ada bedanya, dana ratusan triliun yang semestinya hak daerah untuk dibayar tunai, sesuai dengan Undang-Undang Otonomi Daerah dan desentralisasi fiskal, menjadi tabungan dan pengendapan dana di pemerintah pusat"
 
Dia menilai kebijakan tersebut perlu dikaji lebih dalam bila diputuskan sebagai hukuman bagi daerah yang hanya memarkir dana mereka di bank dalam bentuk giro/deposito tersebut
 
Apabila pemerintah tidak ingin ada dana anggaran yang mengendap di perbankan, pemerintah pusat membuat aturan untuk melarang daerah menyimpan uangnya dalam bentuk giro dan deposito.
 
"Kemenkeu menerbitkan peraturan yang melarang ini, maka praktis pemerintah daerah tidak akan memarkir dananya lagi. Tak perlu sampai mengubah menjadi transfer nontunai,"
 
Dia meminta agar Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur menolak kebijakan tersebut. Namun, apabila peraturan tersebut tetap dilaksanakan, SBN tersebut dapat ditempatkan di bank daerah bukan bank BUMN.
 
"Kalau PMK ini tetap dilaksanakan, karena bingung tempat menggugatnya, SBN ini harus ditempatkan di bank daerah bukan bank BUMN. Pak Jokowi juga menekankan agar dana-dana yang masuk ke daerah agar bertahan di daerah dan tidak kembali ke pusat melalui pengoptimalan pembiayaan pembangunan di daerah,"
 
Plt Sekprov Kaltim Rusmadi berharap agar proses pencairan SBN tidak melewati birokrasi panjang. Pasalnya, hingga kini, belum ada penjelasan teknis mengenai pencairan SBN tersebut.
 
"Kalau menyita waktu, tentu bukan memudahkan. Selama ini, sudah bagus. Tinggal daerah mengelola dana. Jangan sampai pencairan SBN ini bisa membawa konsekuensi ketika pemerintah daerah tiba-tiba memerlukan dana mendesak, tenggat waktu dari pencairan,"
 
Pemerintah Pusat tidak bisa menggeneralisasi seluruh daerah sama terkait dalam pengendapan dana di perbankan.
 
Di Provinsi Kaltim, Pemprov Kaltim memiliki kewajiban untuk membesarkan bank daerah yakni Bank Pembangunan Daerah (BPD) Kaltim sehingga dijadikan kas daerah.
 
"Lagi pula, uang yang disimpan di BPD akan disalurkan dalam bentuk kredit ke berbagai lini. BPD ikut menggerakkan ekonomi lewat pembiayaan berbagai kegiatan di luar proyek pemerintah,"
 
Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak khawatir transfer DBH/DAU dari tunai menjadi surat berharga akan mengurangi perputaran uang di Kaltim.
 
Setiap tahun, Provinsi Kaltim rerata menerima DBH Rp4 triliun atau hampir dari setengah penerimaan APBD. Dalam laporan Biro Keuangan pada Agustus 2015 , anggaran yang parkir di bank hanya sekitar Rp2,49 triliun.
 
"Serapan anggaran APBD Kaltim delama 2015 mencapai 88%, tertinggi kedua di Indonesia,"
 
Pihaknya menolak keputusan konversi DBH dalam bentuk SBN. Rencananya, Pemprov Kaltim akan berkoordinasi dengan Pemprov Riau yang sama-sama daerah penghasil minyak dan gas.
 
"Kalau tanya pendapat saya, ya saya mengatakan menolak. Hanya belum kirim surat resmi. Kami akan berkoordinasi dengan Riau yang sama-sama daerah penghasil,"
 
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Yanita Petriella
Editor : Yoseph Pencawan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper