Bisnis.com, BALIKPAPAN - Kalimantan Timur diharapkan segera mentransformasi ekonominya dari sekadar eksportir bahan mentah menjadi pusat industri hijau yang memanfaatkan momentum CEPA Indonesia-Uni Eropa dan peluang pasar Amerika Serikat.
Ekonom Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Fithra Faisal Hastiadi menyatakan hal ini dilakukan sambil menghadapi tantangan proteksionisme perdagangan global.
Dia menambahkan, transformasi ekonomi ini mendesak di tengah proyeksi pertumbuhan GDP dunia yang melambat hingga 2,7% pada 2025, sementara Indonesia diperkirakan tumbuh 4,8% atau melampaui rata-rata ASEAN-5, yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand.
"Momentum CEPA dengan Uni Eropa membuka jalan, namun kesiapan infrastruktur dan compliance menjadi kunci sukses," ujarnya dalam keterangan resmi, Senin (18/8/2025).
Tidak dapat dipungkiri, batu bara masih menjadi tulang punggung ekspor Kaltim dengan nilai kalori tinggi yang diminati pasar Asia. Namun, dia menjelaskan era transisi energi menuntut diversifikasi yang lebih agresif.
Menurut Fithra, sektor minyak dan gas, terutama LNG dari Bontang yang telah dikenal secara global, kini berhadapan dengan kompetisi ketat dari produsen regional lainnya.
Baca Juga
Sedangkan, crude palm oil (CPO) mulai mengarah pada pemrosesan hilir untuk memenuhi standar keberlanjutan Eropa.
Justru, ancaman tarif Trump dan persaingan pasar Uni Eropa sebenarnya membuka peluang bagi Kaltim untuk mempercepat industrialisasi.
Dia menilai akses bebas tarif atau tarif rendah melalui CEPA Indonesia-Uni Eropa yang menunggu ratifikasi dapat menjadi game changer bagi produk kehutanan berkelanjutan dan perikanan Benua Etam.
Fithra mengungkapkan posisi strategis Balikpapan sebagai hub logistik dan pintu gerbang menuju Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara memberikan keunggulan kompetitif yang tidak dimiliki daerah lain.
Pembangunan pelabuhan, jalan tol, dan zona industri yang direncanakan dapat menjadi katalis pertumbuhan ekonomi regional.
Dengan populasi 3,8 juta jiwa dan pendapatan per kapita di atas rata-rata nasional, Kaltim dinilai memiliki modal sosial yang solid untuk mendukung transformasi ini.
Meski peluang terbuka lebar, kata Fithra, jalan menuju diversifikasi ekspor tidaklah mulus.
Standar keberlanjutan Uni Eropa yang ketat dan langkah-langkah proteksionis Amerika Serikat menjadi batu sandungan yang harus diantisipasi.
Menurutnya, investasi pada pemrosesan bernilai tambah dan compliance ESG bukan lagi pilihan, melainkan keharusan jika ingin bertahan di pasar premium.
Adapun, dia merekomendasikan diversifikasi portofolio ekspor, investasi pemrosesan hilir, pemanfaatan pembangunan IKN untuk ekspansi logistik dan industri, penguatan compliance ESG, serta pengembangan misi dagang ke Uni Eropa dan Amerika Serikat dengan fokus kemitraan ekonomi hijau.