Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nasib Kalimantan Timur Setelah Masa Kejayaan Batu Bara

Sejak 1990 hingga saat ini, Kaltim bergantung pada sektor ekonomi berbasis sumber daya tak terbarukan.
Ilustrasi/JIBI
Ilustrasi/JIBI
Siapa yang tak kenal dengan Provinsi Kalimantan Timur? Provinsi yang terkenal dengan kekayaan alam yang luar biasa.
 
Sejak 1990 hingga saat ini, Kaltim bergantung pada sektor ekonomi berbasis sumber daya tak terbarukan.
 
Selama kurang lebih 20 tahun yakni tahun 1970 hingga 1990 sektor kehutanan menjadi tulang punggung ekonomi wilayah Kaltim dan bahkan laju pertumbuhan ekonomi Kaltim saat itu mampu mencapai 7,42% per tahun.
 
Pergeseran basis sektor ekonimi terjadi pada era 90an dimana sektor pertambangan mulai menjadi basis ekonomi wilayah yang menggantikan sektor kehutanan.
 
Periode 1990-2000, sektor pertambangan, migas dan industri pengilangan minyak bumi dan gas alam cair mulai mengambil alih dominasi ekonomi wilayah Kaltim. Tingkat pertumbuhan ekonomi relatif lebih rendah yakni maksimal sebesar 5,71% per tahun.
 
Memasuki 2000, sektor tambang non migas yakni batubara menggeser posisi sektor tambang migas. Saat ini, sektor pertambangan batu bara tak lagi dapat diandalkan untuk menopang perekonomian Kaltim.
 
Hingga akhir 2015, pertumbuhan ekonomi Kaltim mengalami kontraksi yang cukup dalam yakni minus 0,85% lebih rendah dari tahun sebelumnya. Pada 2014, pertumbuhan perekonomian Kaltim dapat mencapai sebesar 2,02%.
 
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Timur Mawardi B.H. Ritonga mengatakan pertumbuhan ekonomi Kaltim pada kuartal I/2016 kembali mengalami kontraksi yakni minus 1,61%.
 
"Pertumbuhan pada kuartal I/2016 ini lebih rendah dibandingkan kinerja ekonomi Kaltim kuartal I/2015 mengalami kontraksi sebesar negatif 1,32%," ujarnya kepada Bisnis, Selasa (7/6).
 
Pertumbuhan ekonomi Kaltim bila dilihat dari tahun 2013 ke belakang yakni 2012, 2011, dan 2010 sempat mengalami pertumbuhan yang tinggi akibat booming batu bara. Bahkan, kala itu Kaltim menjadi salah satu daerah dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi se-Indonesia.
 
Indonesia sempat menyentuh pertumbuhan ekonomi 7% hingga 9% karena sumbangan dari ekonomi Kaltim. Saat itu, kondisi batu bara pun sangat bagus dengan harga US$110 per meter kubik. Semua perusahaan mengajukan izin pembukaan lahan baik ke pemerintah pusat maupun ke pemerintah lokal untuk membuka usaha tambang hingga usaha turunannya.
 
Usaha turunannya seperti sewa tongkang, ponton, bus karyawan, penjualan mobil double cabin dan lain sebagainya bermunculan ada di Kaltim. Banyak orang berbondong-bondong datang ke Kaltim untuk mencari kerja di sektor tambang batu bara. 
 
Saat booming batu bara, sepanjang sungai Mahakam terdengar suara seperti orang main angklung dengan bunyi ting tong tang, ting tong tang. Suara itu berasal dari para pekerja yang tengah membuat kapal tongkang. Banyak permintaan kapal tongkang untuk mengangkut batu bara. Namun sekarang tak terdengar lagi.
 
"Dulu, kalau seorang ibu menanyakan kekasih anak perempuannya kerja dimana di jawab di sektor tambang, sang ibu meminta puterinya untuk tidak melepas pria tersebut. Tapi sekarang, kalau pertanyaan itu (pekerjaan) ditanyakan kembali ke puterinya, sang Ibu melarang karena nanti kena PHK," tutur Mawardi.
 
Dia menuturkan kondisi ekonomi Kaltim saat ini berbeda, terhempas jauh dan terlalu terlena dengan komoditas batu bara. Selain karena harga batu bara yang jatuh dan kondisi perekonomian global, banyak faktor yang membuat batubata ini tak diminati lagi.
 
China sebagai pembeli utama batu bara dari kaltim telah menetapkan kebijakan green industry dimana industri di sana tak lagi menggunakan batu bara tetapi menggunakan sumber energi terbarukan dan ramah lingkungan.
 
China yang sangat mengurangi penggunaan batu bara untuk menjalankan roda industrinya ini tentunya berdampak pada Kaltim sebagai penjual utama.
 
"Kaltim enggak siap dan terlalu terlena karena ini tiba-tiba terjadi. PDRB disumbang sebagian besar dari komoditas batubara sehingga kalau sumbangan komoditi ini berkurang berdampak pada ekonomi Kaltim," katanya.
 
Prospek ke depan, lanjut Mawardi, harga batu bara dan minyak serta gas bumi untuk kembali pulih sangatlah kecil. Saat ini, harga minyak bumi sudah menembus US$38 dolar per barel yang dulu sempet menembus US$120 dolar per barel.
 
"Harga minyak di pasar internasional bukan lagi dipengaruhi oleh OPEC (Organization of the Petroleum Exporting Countries) tetapi juga non OPEC seperti Venezuela. Yang non OPEC inilah yang membanjiri pasar akhirnya harganya turun," ucapnya.
 
Pemprov Kaltim telah membentuk tim obligasi daerah yang memiliki tugas untuk membiayai sarana infrastruktur yang masih tertinggal seperti jalan, jembatan, terutama listrik. Dia menilai ketersediaan infrastruktur dasar yang memadai di Kaltim ini sangat penting untuk dapat menarik investor berinvestasi di wilayah Bumi Etam ini.
 
"Masih banyak di Kutai Timur dan daerah lain yang enggak pakai listrik dan mereka pakai genset. Susah investor masuk ke sini. Walaupun kita potensinya hebat tetapi kalau listrik enggak ada, enggak mau datang investor," ujarnya.
 
Kejayaan sektor tambang nyaris berakhir sehingga harus mencari dan mengembangkan sektor-sektor lain yang lebih riil dalam menopang perekonomian Kaltim. Menurutnya, banyak potensi dimiliki Bumi Etam yang belum tergarap secara maksimal yakni pertanian, perkebunan, perikanan, laut, pariwisata, produk kerajinan tradional, UMKM, dan industri lainnya.
 
Untuk kerajinan tradisional dan UMKM, Kaltim memiliki sarung Samarinda dan amplang yang belum banyak dikenal oleh masyarakat luar. Kekayaan sektor kelautan pun sangat besar dengan berbagai jenis hasil laut seperti ikan, kepiting, udang dan rumput laut.
 
Delapan Kawasan Ekonomi Khusus dikembangkan Pemprov Kaltim akan mampu mendukung transformasi ekonomi, seperti sektor wisata di Berau yang potensinya sangat besar dengan kepulauan Derawan yang belum tergarap maksimal.
 
"Derawannya Kaltim tak kalah dengan pantai di Bali. Tapi mengapa orang sini banyak yang sudah pernah ke Bali tapi belum ke Derawan, karena akses dan fasilitasnya," kata Mawardi. Pemprov Kaltim pun telah mencanangkan program transformasi ekonomi dimana tak lagi bertumpu pada migas dan batu bara.
 
Namun, proses transformasi ini dinilai masih lambat karena permasalahan yang kompleks yakni dari koordinasi tingkat pemerintahan antar kelembagaan atau instansi, perizinan hingga adanya resistensi masyarakat terhadap pelaksanaan pembangunan infrastruktur.
 
"Bangun jalan tol di Kaltim ini butuh waktu yang lama karena resistensi masyarakat terkait pembebasan lahan begitu besar. Selain itu seperti izin yang berlarut-larut," ucap Mawardi.
 
Pengamat Ekonomi dan Energi dari Universitas Indonesia Berly Martawardaya berpendapat, Kaltim dapat belajar dari beberapa negara seperti Uni Emirat Arab, yang semula perekonomiannya bertumpu pada produksi dan ekspor minyak mentah.
 
"Pada 1940-an, pangsanya bahkan mencapai 2/3 PDRB. Lebih besar dari dominasi batu bara di Kaltim. Tapi, rencana transformasi memang sudah mereka canangkan sejak saat itu. Dalam 20 tahun berikutnya, pangsa pertambangan minyak mentah terhadap PDRB turun menjadi sekitar separuhnya," terangnya.
 
Uni Emirat Arab benar-benar melepaskan ketergantungan perekonomian dari produksi minyak dan beralih pada sektor jasa dan pariwisata menjadi andalan ekonominya. "Tadinya, mereka tidak punya apa-apa selain minyak," ucapnya.
 
Berly tak memungkiri transformasi yang dilakukan oleh Uni Emirat Arab itu membutuhkan waktu lama sekitar dua hingga tiga dekade dan dengan komitmen tinggi.
 
"Saat ekonomi melaju kencang, tentu ada keunggulan fiskal dari suatu negara. Mestinya itu dialokasikan untuk membuat semacam dana abadi sebagai investasi di sektor tersier. Termasuk untuk meningkatkan kompetensi SDM lewat penyediaan fasilitas pendidikan hingga kesehatan," katanya.
 
Dana abadi ini penting sebagai alokasi dana yang dapat digunakan untuk menggairahkan perekonomian yang tengah lesu. Menurutnya, Kaltim dapat belajar dari Sulawesi Selatan yang karakteristik geografis tak jauh berbeda dimana provinsi tersebut menjadikan komoditas di luar sektor energi sebagai penopang perekonomian.
 
"Sektor industri terhadap PDRB Sulsel pangsanya lebih besar dari Kaltim. Kebanyakan berasal dari pertanian."
 
Dia menilai Kaltim lebih mudah memilih sektor ekonomi baru yang masih berkaitan dengan sektor unggulan saat ini.Terlebih lagi, ada 8 kawasan industri dan ekonomi khusus berada di Kaltim.
 
"Dari migas, bisa ke petrokimia dan pengolahan plastik. Yang tadinya ekspor hasil hutan setengah jadi, bisa optimalkan furniture. Semua ada pangsa pasarnya, baik di level domestik maupun ekspor."
 
Sektor pariwisata di wilayah Bumi Etam ini pun dapat dikembangkan sebagai penopang perekonomian. Potensi wisata yang ada di Kaltim baik pesona laut dan hutannya tak kalah bila dibandingkan dengan wisata yang ada di Bali.
 
"Pemprov Kaltim bisa meng-hijack pensiunan Kepala Dinas Pariwisata Bali untuk membantu mengembangkan potensi wisata di sini," tutur Berly.
 
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Yanita Petriella
Editor : Yoseph Pencawan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper