Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ini Penyebab Mengapa Saat Ini Indonesia Sulit Swasembada Pangan

Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir menyakini Indonesia dapat mencapai kembali ketahanan atau swasembada pangan apabila dioptimalisasikan produktivitas lahan sawah.
Ilustrasi/JIBI
Ilustrasi/JIBI

Bisnis.com, SAMARINDA - Pemerintah Pusat diminta untuk dapat meningkatkan produktivitas lahan pertanian per hektarenya agar dapat mencapai swasembada pangan.

Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir menyakini Indonesia dapat mencapai kembali ketahanan atau swasembada pangan apabila dioptimalisasikan produktivitas lahan sawah.

"Indonesia dulu tahun 1986 dimana kelompok taninya baru 200an kelompok bisa capai swasembada pangan dan dapat bisa membantu negara Ethiopia, Afrika yang saat itu tengah kelaparan," ujarnya seusai Rembuk Nasional KTNA, Jumat (23/9/2016).

Menurutnya, saat ini ada beberapa hal yang membuat Indonesia tak bisa mencapai swasembada pangan yakni pertama terkait alih fungsi lahan.

Alih fungsi lahan pertanian sangat mempengaruhi produktivitas hasil pertanian. Pasalnya, luas lahan pertanian saat ini hanya sekitar 8,1 juta hektare. Dan penundaan alih fungsi lahan hanya dapat didorong melalui peraturan pemerintah.

"Itu pun sudah dibantu dengan munculnya Undang-undang Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan. Ini sudah dibikin tapi belum juga dilaksanakan karena berkaitan dengan Pemda harus membuat tata ruang, jadi mana untuk industri,pertanian itu harus ada tata ruang sehingga belum bisa berjalan."

Setiap tahun, ada perpindahan fungsi lahan pertanian seluas 100.000 hektare. Walaupun Pemerintah telah menargetkan pencetakan sawah baru, namun hal itu tak bisa imbang dengan lahan yang telah mengalami alih fungsi.

"Berkurang lahan, jumlah penduduk makin banyak dan kebutuhan banyak. Kami berharap alih fungsi lahan ini jangan sampai terjadi sebanyak itu, paling tidak dikurangin syukur-syukur distop," ucapnya.

Selain alih fungsi lahan, kendala kedua untuk dapat mencapai swasembada pangan yakni jumlah profesi petani yang semakin berkurang.

Dalam rentang 2003 hingga 2013, Sebanyak lima juta petani nasional meninggalkan profesinya.

Dari jumlah petani nasional yang mencapai 18 juta orang, sebanyak 62% berusia di atas 64 tahun, 28% berusia di rentang 35-65 tahun, dan sisanya petani yang berusia muda.

"Jika tidak ada regenerasi, 12 tahun lagi kita kehilangan 14 juta petani. Dengan terus bertambahnya jumlah penduduk, maka berkurangnya jumlah petani ini menghambat swasembada pangan," kata Winarno.

Oleh karena itu, untuk dapat mencapai ketahanan pangan harus dilakukan dengan cara meningkatkan produktivitas lahan.

Lahan sawah yang berada dekat bendungan yang selama ini hanya dipergunakan untuk dua kali tanam bisa ditingkatkan menjadi menjadi tiga kali periode penanaman. Untuk lahan tadah hujan yang biasanya hanya digunakan satu kali menanam ditingkatkan menjadi dua kali masa tanam.

"Jadi meningkatkan produktivitas mereka tadinya ditanam 2 kali di daerah bendungan itu bisa dinaikkan jadi 3 kali. Yang 1 kali tadah hujan bisa jadi 2 kali agar bisa capai swasembada pangan," ujarnya.

Pasalnya, lahan yang seluas  8,1 juta hektare saat ini, Indonesia hanya bisa menghasilkan rerata 16 juta hektar hasil panen per kapita dan bila dibagi dengan jumlah penduduk Indonesia sebanyak 255 juta orang, maka tak mencukupi.

"Itu yang memhuat  Indonesia masih perlu melakukan impor bahan pangan sebagai stok nasional. Semestinya impor dilakukan ketika ada bencana saja."

Selain itu, dengan bantuan menghadirkan alat-alat mulai dari mesin pembajak, mesin tanam, hingga mesin panen dapat membantu para petani yang kekurangan tenaga kerja.

Di Jepang, mekanisme pertanian dengan alat bantu yang modern jauh lebih efisien dan produktif dibandingkan secara manual.

"Itu juga dapat memacu anak muda mau berprofesi menjadi petani. Sekarang ini kita sudah masuk era Masyarakat Ekonomi ASEAN, harus fokus pada kualitas bukan lagi kuantitas."

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Yanita Petriella
Editor : Yoseph Pencawan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper

Terpopuler