Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dari Pengawasan OJK, Ada Masalah Mencolok di BPR

Ketua Dewan Audit dan Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ilya Avianti mengatakan, persaingan industri keuangan yang sangat ketat saat ini menuntut BPR konsisten menciptakan rangkaian inovasi supaya familiar dikenal masyarakat di setiap pelosok daerah.
Ilustrasi/JIBI
Ilustrasi/JIBI

Bisnis.com, PONTIANAK – Bank Perkreditan Rakyat harus membenahi sejumlah persoalan dan mampu melewati tantangan dalam menghadapi persaingan sesama industri keuangan lainnya agar mampu mendongkrak pertumbuhan nasabah, menyalurkan kredit produktif dan menekan kredit macet.

Ketua Dewan Audit dan Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ilya Avianti mengatakan, persaingan industri keuangan yang sangat ketat saat ini menuntut BPR konsisten menciptakan rangkaian inovasi supaya familiar dikenal masyarakat di setiap pelosok daerah.

“Dari pengawasan OJK, ada masalah mencolok di BPR yaitu governance seperti administrasi, lemahnya pengendalian internal di BPR, intervensi pemilik modal, sumber daya manusia yang kurang kompeten menyebabkan [kerahasiaan sistem] mudah bobol, dan minim kuantitas pengurus,” kata Avianti di sela Rakernas Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia di Pontianak, Rabu (26/10/2016).

Rakernas Perbarindo tersebut dihadiri Gubernur Kalbar Cornelis, Ketum Perbarindo Joko Suyanto.

Kegiatan ini dirangkai seminar nasional sebagai pembicara Ekonomi Universitas Gajah Mada Sri Adiningsih, Anggota Komis XI DPR RI Andreas Eddy Susetyo, Deputi Pengawasan Bank II OJK Budi Armanta, Pengamat Perbankan Eko B. Supriyanto dan dimoderatori Pemimpin Redaksi Bisnis Indonesia Arief Budisusilo.

Dampak dari persoalan yang muncul, menurut Avianti, menyebabkan kinerja pertumbuhan penyaluran kredit BPR dan BPR Syariah seluruh Indonesia mengalami tren perlambatan pada posisi Agustus 2016 yakni mencapai 7,75%.

Pada 2015, tren melambat 9,38% year on year (y-o-y), 2014 melambat sebesar 15,57% (y-o-y), pada 2013 melambat 18,78% (y-o-y) dan pada 2012 tumbuh 21,21% (y-o-y). Adapun non performing loan (NPL) atau kredit macet menginjak angka 6,44% per Agustus 2016.

Dia memberikan catatan lagi kepada BPR dalam menyikapi kebijakan Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebesar 9% dan BPR harus giat menggandeng bank konvensional dalam penyaluran KUR sehingga dari KUR turut mendongkrak kinerja bisnis BPR.

Selain itu, menurutnya, BPR dan BPRS punya pekerjaan rumah dalam memenuhi regulasi OJK yaitu harus memiliki modal minimum.

BPR dengan modal inti Rp3 miliar wajib menyetor Rp3 miliar hingga akhir 2019. Untuk yang sudah memiliki modal inti antara Rp3 miliar hingga Rp6 miliar waji memenuhi Rp6 miliar per Desember 2019.

“Regulasi itu tantangan untuk BPR, kalau ingin survive [bertahan] bisa merger, penyertaan modal, konsolidasi atau akuisisi sampai kemitraan.”

Ketum Perbarindo Joko Suyanto menyatakan pihaknya berkomitmen dalam mendorong terus anggotanya BPR dan BPRS untuk berinovasi dan memodernisasi sistem organisasi serta sistem teknologi informasi dalam memperbaiki kinerja industri keuangan BPR.

“Tidak ujug-ujug setiap rakernas membuat MoU, setiap tahun kerjasama juga kita perbaiki dan evaluasi. Kami responsif terhadap perkembangan dinamika bisnis anggota dan industri ini. Setiap tahun kalau diamati kami selalu menjalin kerja sama,” ungkapnya.

Dalam Rakernas kali ini Perbarindo menggandeng sejumlah institusi seperti, Bank Mandiri dalam hal Layanan Keuangan Digital, Telkom Indonesia untuk kapasitas pengembangan layanan internet, Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) dalam peningkatan SDM BPR dan BPRS, dan Veda Praxis untuk kerja sama audit aplikasi teknologi informasi.

Terkait NPL, Joko mengatakan, untuk menekannya pada tahun-tahun mendatang pihaknya akan menerapkan kehati-hatian dalam pemberian kredit dan membenahi analisa sebelum menyalurkan kredit ke debitur.

Langkah lain adalah meningkatkan keterampilan dan pengetahuan dari account officer di lapangan supaya mengetahui risiko pemberian kredit. “Prinsipnya target kami NPL di bawah 5% idealnya.”

Gubernur Kalbar Cornelis menyatakan, BPR yang beroperasional di Kalbar belum optimal menyasar sektor UMKM. Sektor ini, menurutnya, memiliki potensi besar untuk memajukan aset BPR jika digarap dengan serius.

“Di Kalbar ada 300.000 penduduk miskin di pedesaan dan 78.000 penduduk miskin di perkotaan, semestinya BPR rajin menciptakan lapangan usaha sehingga mampu menghimpun nasabah baru. Saya mohon, perbaiki apikasi TI nya,” ucap Cornelis.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Yoseph Pencawan

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper