Bisnis.com, AMUNTAI - Alih fungsi lahan dari rawa gambut menjadi perkebunan kelapa sawit mengganggu kegiatan ekonomi produktif penduduk Desa Baruh Jaya, Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan.
Kabupaten Hulu Sungai Selatan memiliki luasan rawa atau lahan gambut 73.489 hektare, yang menjadi kesatuan hidrologi dengan Kabupaten Tapin. Salah satu areal gambut di Desa Semuda, kini hanya tersisa 180 hektare.
"Dulu mencapai 2.000 hektare, dikelola dengan sistem kerabat/keluarga. Banyak yang mudah tergoda menjual lahannya dengan harga murah sekali sejak perkebunan sawit dibuka," jelas Ketua Kelompok Tani Amundai Lamson, Rabu (11/1/2017).
Menurutnya, para petani memanfaatkan lahan gambut yang tergenang air menjadi rawa untuk menangkap ikan. Ikan-ikan tersebut dikonsumsi pribadi dan sebagian lagi dijual ke pasar. Adapun jenis ikan khas yang sering ditemukan adalah ikan gabus.
Sedangkan saat air rawa menyurut, petani memanfaatkan lahan untuk bercocok tanam. Berbagai macam tanaman berhasil tumbuh sumbur di Hulu Sungai Selatan. Seperti semangka, umbi-umbian, dan kacang-kacangan. Semangka bahkan menjadi komoditas perkebunan andalan.
Namun, karena pembukaan lahan yang masif. Areal mencari ikan bagi para petani pun berkurang dan akses perairan rawa juga tertutup. Selain itu, air pembuangan perkebunan sawit juga merusak ekosistem perairan rawa.
Lamson dan para petani lain masih mempertahankan lahan yang tersisa. Lahan yang dulunya berair dan kering sesuai musim itu kini harus dikeringkan sepenuhnya.
Sebab, lahan 180 hektare itu dikelilingi perkebunan sawit yang mengeluarkan air limbah.
"Sudah dibuat tanggul di ujung parit sana. Kalau tidak ditanggul, airnya menyebar ke sini. Air pembuangan itu sifatnya asam, membuat tanaman tidak subur."