Bisnis.com, BALIKPAPAN--Konsistensi realisasi pertumbuhan ekonomi hijau dan pengakuan hak-hak masyarakat adat menjadi pembahasan dalam pertemuan tahunan Governors Climate and Forest Task Force (GCF) kali ini.
Pertemuan yang diikuti oleh 38 gubernur dari 10 negara tersebut digelar selama empat hari berturut-turut mulai hari ini. Beberapa negara yang ikut serta dalam GCF antara lain Brazil, Indonesia, Nigeria, Peru, dan lain-lain.
Pertemuan itu juga dihadiri oleh Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Norway's International Climate and Forest Initiative, INOBU, beberapa LSM lingkungan hidup, dan aliansi masyarakat adat.
Dalam pertemuan tersebut, seluruh peserta berdiskusi mengenai realisasi dan tantangan dalam perlindungan hutan dan lingkungan di daerahnya masing-masing.
"Seluruh kepala daerah dalam GCF berkomitmen untuk mengurangi deforestasi hutan tropis. Satgas GCF mengedepankan peran pemerintah dalam merealisasikan komitmen yang kami buat dalam MOU skala internasional," tutur Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak selaku tuan rumah dari pertemuan tahunan GCF 2017, Senin (24/9/2017).
Menurutnya, terdapat tiga poin utama yang akan dibahas selama empat hari ke depan, yakni ihwal perkuatan kerja sama antar pemerintahan sub nasional dan nasional.
Baca Juga
Juga tentang perlindungan dan pengakuan hak-hak masyarakat adat atas hutan yang ditinggali oleh suku-suku asli di tiap negara, serta mendorong pendanaan untuk insentif bagi negara anggota yang berhasil menjalankan ekonomi hijau.
Project Lead GCF William Boyd mengatakan seluruh negara anggota telah berupaya mempertahankan kualitas hutan dan lingkungan hidup di negaranya masing-masing.
Realisasi tentu tak mudah, lanjut dia, mengingat upaya pengurangan emisi karbon dan deforestasi memang membutuhkan waktu yang cukup panjang dan dana yang besar.
"Ada beberapa negara yang mulai berhasil menjaga hutannya, ada yang progressnya belum baik. Dari pertemuan ini kami membahas bagaimana harusnya pemerintah bekerja untuk membangun ekonomi rendah emisi," tuturnya.