Bisnis.com, BALIKPAPAN- Walhi Kaltim meminta Pertamina tak hanya fokus penanganan penanggulangan saja, melainkan bertanggung jawab atas ekosistem laut di Teluk Balikpaapn yang sudah rusak dan mati.
Pun demikian Jatam Kaltim turut meminta kejelasan soal tindak lanjut tanggung jawab sosial kepada para keluarga korban meninggal dunia.
“Ini bukan soal minyak yang sudah tidak ada. Tapi soal ekosistem yang sudah rusak dan mati,” jelas Direktur Eksekutif Walhi Kaltim Fathur Roziqin Fen kepada Bisnis, sore tadi.
“Mulai pekan depan kami akan kami akan fokus ke desakan dan pengawalan hukum,” jelas
Walhi mendesak Pertamina segera mengeluarkan restorasi plan pemulihan untuk memastikan berapa lama dibutuhkan waktu untuk Pertamina melakukan pemulihan keseluruhan.
“Upaya pemulihan yang kita mau harus jangka panjang, karena krisisnya jangka panjang, kami perkirakan butuh 8 bulan,” jelas Iqin.
Baca Juga
Contoh kecil kata dia adalah Bekantan. Primata langka ini akan kesulitan mencari makan, karena mangrove telah terpapar limbah.
Begitupun nelayan juga tidak bisa melaut. Bukan tak mungkin itu juga terjadi pada satwa langka lain, yakni Pesut, Dugong,atau buaya.
“Ini lebih soal mata rantai ekosistem.”
Pihaknya memberi contoh kasus di Teluk Meksiko. Tragedi besar pada 2010 itu masuk catatan terburuk sepanjang sejarah Amerika Serikat.
“Dan ini masuk dalam kejahatan lingkungan. Sampai 8 bulan proses pemulihannya,” ujarnya
Bertolak jauh dari kajian Kementerian LHK, pihaknya menyebutkan, sekitar 17 ribu mangrove di Kota Balikpapan dan Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) rusak karena tercemar tumpahan minyak milik Pertamina.
“Bagaimana mungkin cuma 34 hektar, ada sekitar 17 ribu hektar mangrove yang terpapar tumpahan minyak karena 80 kilometer garis pantai di dua wilayah tersebut yang sudah tercemar,” kata dia.
Adapun fokus identifikasi saat ini adalah inventalisir 18 fakta yang terjadi dan dampak kerugian yang ditimbulkan dari tumpahan minyak. Mulai kerugian nelayan, kirisi ekologisnya, biota laut sampai endemiknya.
“Evaluasi dari sisi ekonomi ratusan nelayan terdampak.”
Walhi juga mendesak, kepolisian untuk segera menindak secara hukum pelaku yang menyebabkan terjadinya tumpahan minyak itu.,
“Dampak kerugian dan biaya pemulihan harus dialamatkan kepada Pertamina. Polda bisa menggunakan undang-undang PPLH, dan KLH gugatan perdata dan gugantan ganti rugi pemulihan.”
Mengenai tindak lanjut penanganan keluarga korban meninggal dunia sejauh ini, Manajer Komunikasi dan CSR MOR VI Pertamina Yudi Nugraha tak menjawab saat dihubungi media ini.
Informasi yang dihimpun dari internal perseroan itu, Pertamina akan fokus fokus ke penanggulangan masalah aja sembari mencari tahu penyebab patahnya pipa.
Soal dampak ke masyarakat. saat ini Pertamina disebutkan telah melakukan tanggung jawab sosial untuk uang duka ke keluarga korban.
Terkait ini Dinamisator Jatam Kaltim Pradarma Rupang angkat bicara. “Ya sekarang mereka bungkam, pasca ketahuan berikan informasi palsu. Akan lebih bagus jika keluarga korban melakukan gugatan,” terangnya.
Sejauh ini pihaknya menduga minyak yang tersulut api itu disengaja. “Menghilangkan bukti ceceran minyak di sekitar lokasi pipa.Tapi langkah ini ternyata ceroboh. Tidak mensterilkan terlebih dahulu area. Hingga akhirnya 5 pemancing dan kapal tersambar,” ujarnya kepada Bisnis.
Adapun usai peninjauan oleh dua Direktur Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) RI, pemerintah pusat mengeluarkan rilis resmi terkait insiden tumpahan minyak ini.
Dalam keterangan resmi Kementerian ESDM menduga pipa bawah laut tersebut tertarik oleh jangkar kapal. Besar kemungkinan hal itu disebabkan kelalaian kapal. Sejauh ini terkait hal itu masih dalam penyelidikan intensif Direktorat Kriminal Khusus Polda Kaltim.