Bisnis.com, SAMARINDA – Sektor pariwisata di Kalimantan Timur diprediksi bisa menambah devisa selain bertumpu pada bisnis batu bara, setelah mengalami pembatasan produksi dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Kepala Bank Indonesia (BI) Kantor Perwakilan (Kanwil) Kalimantan Timur (Kaltim) Muhamad Nur mengatakan dalam mengatasi pembatasan produksi batu bara di Kaltim, yang bisa menurunkan pertumbuhan ekonomi sampai 2,7%, pemerintah bisa mulai mengoptimalisasi sektor pariwisata. Dia menyatakan sektor pariwisata di provinsi itu tidak kalah dari provinsi lainnya di Indonesia.
“Pariwisata kita punya potensi seperti Derawan. Kalau orang yang suka diving dan snorkeling sudah mengatakan itu tak kalah dengan Raja Ampat,” ujar Nur kepada Bisnis, Senin (18/3/2019).
Dia menyebutkan ada potensi berkurangnya devisa sampai Rp1,3 triliun di Kaltim jika pembatasan produksi batu bara yang awalnya mencapai 69 juta ton hanya menjadi 33 juta ton.
Angka ini masih bisa ditambal dengan meningkatkan geliat pariwisata. Nur mengambil contoh Provinsi Bali yang bisa hidup dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang tinggi dengan mengandalkan pariwisata.
Sayangnya, data Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim mencatat baru ada 146 kunjungan wisatawan yang masuk pada Januari 2019. Angka ini berkurang 70 kunjungan dari bulan sebelumnya yang mencapai 216.
Secara kumulatif, jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang datang dalam periode Januari 2018-Januari 2019 hanya mencapai 2.804 kunjungan. Kondisi ini dinilai tak lepas dari kenaikan harga tiket pesawat, yang juga menyebabkan tren penurunan kunjungan wisatawan ke Kaltim.
“Selama ini, current account kita banyak dari dolar AS yang masuk. Maka, kita perlu mengatur nilai tukarnya. Intinya, kita harus melakukan ekonomi berkelanjutan dengan ini [pariwisata],” jelas Nur.
Salah satu kebutuhan yang harus terpenuhi untuk mengembangkan sektor pariwisata di Kaltim adalah infrastruktur, termasuk dalam hal sanitasi. Saat ini, di Kepulauan Derawan, sudah ada bandara di Maratua.
Namun, destinasi tersebut dipandang masih kurang optimal dari sisi promosi dan insentif bagi pengunjung. Oleh karena itu, diperlukan investor yang bisa mendongkrak kerja tersebut.
“Itu penerbangannya ada, tapi terbangnya seminggu sekali. Alhasil, orang ke sana biayanya juga tak murah,” paparnya.
Saat ini, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Berau sedang melakukan perjalanan dinas mengunjungi Seychelles, Afrika Timur, untuk menindaklanjuti kerja sama pengembangan sanitasi dan infrastruktur di Maratua.
Bisnis mencatat nilai investasi yang dibutuhkan untuk pengembangan tersebut sekitar Rp80 miliar. Dana itu akan didapatkan melalui skema hibah dan operasional bersama antara Pemkab Berau dengan investor asal Seychelles.
Sebelumnya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya sudah menyampaikan bahwa pariwisata sudah diprediksi akan menjadi sumber pendapatan yang besar dan menambah devisa bagi Indonesia. Dia menilai Kaltim termasuk salah satu provinsi yang memiliki potensi kekayaan hutan dan wisata laut.