Bisnis.com, SAMARINDA -- Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur mendorong Balai Penyuluh Pertanian di setiap kecamatan mengoptimalkan pengembangan wadah para pendamping petani guna menjaga stabilitas pasokan pangan.
Kepala Dinas Pangan Tanaman Pangan dan Hortikultura (DPTPH) Kaltim Ibrahim mengatakan Badan Penyuluh Pertanian (BPP) yang andal dan memiliki kapasitas bisa mengembangkan kemandirian petani.
"Sehingga mampu mengolah usaha taninya secara produktif, efektif dan efesien serta berdayasaing," kata Ibrahim melalui siaran pers yang diterima Bisnis, Selasa (2/4/2019).
Ibrahim berharap pemanfaatan teknologi informasi dalam pengembangan sistem penyuluhan pertanian mutlak diperlukan.
"Khususnya dalam mendukung percepatan proses penyuluhan pertanian di berbagai tingkatan," ujar Ibrahim.
Menurut dia, BPP di kecamatan memiliki peran yang sangat strategis dalam pembangunan pertanian di pedesaan. Sekaligus garda terdepan pelaksanaan sistem penyuluhan pertanian di lapangan.
"Dalam wadahnya itu para penyuluh selaku pendamping pelaku utama dan pelaku usaha di pedesaan melaksanakan penyuluhan. Berdasarkan program penyuluhan dan menyediakan maupun menyebarkan informasi teknologi, saran produksi, pembiayaan dan pasar," ungkapnya.
Sementara itu menyatakan berdasarkan hasil pemantauan BPS, harga-harga di 10 kabupaten Kaltim dengan tahun dasar 2012, menandakan Nilai Tukar Petani (NTP) Kaltim pada Maret 2019 mengalami kenaikan. BPS mencatat NTP Kaltim pada Maret 2019 sebesar 94,95 atau naik 0,51% dibanding NTP pada Februari sebesar 94,47.
Secara keseluruhan, BPS Kaltim menyatakan padaa Maret 2019 Nilai Tukar Petani Tanaman Pangan (NTPP) sebesar 95,24, Nilai Tukar Petani Hortikultura (NTPH) sebesar 92,00,
Nilai Tukar Petani Tanaman Perkebunan Rakyat (NTPR) sebesar 82,41, Nilai Tukar Petani Peternakan (NTPT) sebesar 110,66 dan Nilai Tukar Petani Perikanan (NTNP) sebesar 105,03.
"Adapun komponen yang menyumbang penurunan adalah NTPT yang kembali menurun dengan persentase 1,51% pada Maret 2019," ungkap Atqo.
Penurunan tersebut bahkan lebih besar daripada penurunan pada Februari 2019. Menurut Atqo penurunan tersebut disebabkan karena Indeks Harga Diterima Petani (It) menurun 1,61%, walaupun Indeks Harga Dibeli Petani (Ib) juga menurun 0,11%.