Bisnis.com, BALIKPAPAN—Bupati Penajam Paser Utara Abdul Gafur Mas’ud sudah tidak bersedia lagi menangani anggaran mengenai penanganan Covid-19 karena menurutnya hanya akan menimbulkan masalah hukum.
“Males urusin keputusan presiden tentang KLB [kondisi luar biasa] atau keadaan darurat ternyata tak berlaku. Kami khawatir menjadi masalah dikemudian hari,” ujar Abdul Gafur atau yang biasa dipanggil AGM dalam pesan singkatnya kepada Bisnis, Selasa (29/6/2021).
Kebijakan pemerintah pusat terkait dengan penetapan bencana nonalam penyebaran Covid-19 sebagai bencana nasional di awal pandemi dinilai sebagai keadaan genting. Dia menegaskan hal ini yang membuat pihaknya berkewajiban untuk mengambil keputusan terhadap keselamatan warganya.
“Untuk itu dari tingkat presiden sampai ketua RT wajib mengedepankan urusan nyawa manusia dan warga lebih dulu, bukan masalah keuangan,” tegasnya.
Namun, dia mencontohkan, ketika dirinya melakukan pengadaan bilik disinfektan yang nilainya mencapai Rp2 miliar justru menjadi masalah.
“Kami mengadakan chamber, jadi masalah. Padahal itu pengadaan Maret 2020. Pada saat itu, harga masker saja dari harga Rp50 ribu per boks jadi Rp500 ribu, bahkan jutaan rupiah. Waktu itu kondisi pembatasan, masih kurang perkapalan dan pesawat dan akomodasi lainnya. Kemudian dijadikan masalah dan dituntut untuk menyesuaikan harga yang tidak sesuai keadaan awal pandemi,” jelasnya.
Dia pun mengaku kesal karena pengadaan barang yang berkaitan dengan penanganan Covid-19 membuat pejabat terkait turut diperiksa. “[Sudah ada] Keppres [No.11/2020] tentang keadaan luar biasa, [sehingga] itu seperti perang [yang] apapun dilakukan. Ini malah saya selaku bupati diperiksa dan dipermasalahkan. Bahkan, Kepala Dinas Kesehatan juga diperiksa dan ditakut-takuti,” jelasnya
Karena itu, dia pun menyebut tidak akan mau lagi berurusan tentang pendanaan dan hanya diserahkan kepada pemerintah pusat.