Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kasus Pencucian Uang Bupati Hulu Sungai Utara, KPK Perdalam Keterangan Saksi

Diduga ada beberapa penerimaan yang dengan sengaja disamarkan dan diubah bentuknya serta dialihkan kepada pihak lain.
Tersangka Bupati Hulu Sungai Utara nonaktif Abdul Wahid (kanan) berjalan menuju mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (23/12/2021)./Antara-Reno Esnir.
Tersangka Bupati Hulu Sungai Utara nonaktif Abdul Wahid (kanan) berjalan menuju mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (23/12/2021)./Antara-Reno Esnir.

Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (10/1/2022), memanggil tujuh saksi dalam penyidikan kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan tersangka Bupati Hulu Sungai Utara nonaktif Abdul Wahid (AW).

"Hari ini, pemeriksaan saksi TPPU Hulu Sungai Utara. Pemeriksaan dilakukan di Polres Hulu Sungai Utara," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta.

Tujuh saksi yang dipanggil, yaitu Sulaiman alias Sulai selaku kontraktor/pemilik CV Berkat Mulia, Tulus Sabari selaku wiraswasta, dan lima pihak swasta masing-masing Fakhrianor, Haidir, Rahmatullah, Enik Maslahah, dan Mursidah.

Penetapan TPPU tersebut merupakan pengembangan dari kasus yang sebelumnya menjerat Abdul Wahid, yaitu dugaan suap terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan Tahun 2021-2022.

Setelah tim penyidik mendalami dan menganalisa dari rangkaian alat bukti yang ditemukan dalam proses penyidikan kasus suap dan gratifikasi oleh tersangka Abdul Wahid diduga ada beberapa penerimaan yang dengan sengaja disamarkan dan diubah bentuknya serta dialihkan kepada pihak lain.

TPPU tersebut diterapkan karena diduga ada bukti permulaan yang cukup terjadi perubahan bentuk dari hasil tindak pidana korupsi kepada aset-aset bernilai ekonomis seperti properti, kendaraan, dan menempatkan uang dalam rekening bank.

Sebelumnya, KPK telah menetapkan Abdul Wahid sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi.

Penetapan Abdul Wahid sebagai tersangka merupakan pengembangan dari kasus yang menjerat Maliki selaku Plt Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, dan Pertanahan (PUPRP) Hulu Sungai Utara, Marhaini dari pihak swasta/Direktur CV Hanamas, dan Fachriadi dari pihak swasta/Direktur CV Kalpataru.

KPK menduga pemberian komitmen bagian yang diduga diterima Abdul Wahid melalui Maliki, yaitu dari Marhaini dan Fachriadi dengan jumlah sekitar Rp500 juta.

Selain melalui perantaraan Maliki, Abdul Wahid diduga menerima komitmen bagian dari beberapa proyek lainnya melalui perantaraan beberapa pihak di Dinas PUPRP Kabupaten Hulu Sungai Utara, yaitu pada 2019 sekitar Rp4,6 miliar, pada 2020 sekitar Rp12 miliar, dan pada 2021 sekitar Rp1,8 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire
Editor : Miftahul Ulum
Sumber : Antara

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper