Bisnis.com, BALIKPAPAN – Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) mengimbau perusahaan perkebunan untuk tidak reaktif dengan mengubah harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit dengan sesuka hati.
Hal itu disampaikan dalam menyikapi kebijakan larangan ekspor sawit dan minyak goreng yang diumumkan Presiden Joko Widodo pada Jumat (22/4) lalu.
Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur Ujang Rachmad menyatakan tengah menunggu kebijakan tersebut dituangkan dalam peraturan sebagai acuan teknis, termasuk pembagian peran dan tanggung jawab daerah dalam kebijakan ini.
“Kita masih menunggu petunjuk teknisnya seperti apa, terutama harus tetap mematuhi penetapan harga jual beli bagi pekebun yang telah bermitra. Kita harus bersama sama menjaga iklim sosial ekonomi masyarakat terutama para pekebun sawit,” ujarnya saat dihubungi Bisnis, Senin (25/4/2022).
Dia menambahkan, kebijakan ini kemungkinan akan mempengaruhi harga TBS di Kaltim. Namun, penetapan harga TBS yang dilakukan Pemprov Kaltim akan tetap menggunakan prosedur penetapan harga TBS untuk kebun kemitraan sesuai peraturan yang berlaku.
“Dalam penetapan harga TBS tersebut, harga CPO (crude palm oil) lokal dan harga CPO ekspor adalah sebagai variabel perhitungan,” katanya.
Selain itu, Ujang menilai kebijakan ini pasti sudah melewati berbagai pertimbangan dan memiliki tujuan dalam hal memastikan ketersediaan minyak goreng di Indonesia terpenuhi dan tersedianya bahan baku untuk industri hilir CPO di Indonesia, khususnya Kaltim.
Bahwa kebijakan ini menuai pro dan kontra khususnya dari petani perusahaan perkebunan, kata Ujang, merupakan hal yang wajar sebagai sebuah kebijakan.
“Bila nanti ternyata kebijakan tersebut ternyata berdampak negatif bagi industri kelapa sawit tentunya akan menjadi pertimbangan bagi pemerintah untuk meninjau kebijakan tersebut. Hal ini terjadi pada kasus ekspor batu bara beberapa waktu lalu,” ungkapnya.
Adapun, dia berharap kebijakan ini dapat direspons dengan bijak dan di adaptasi dengan cara yang bijak pula.
“Yang pasti saya percaya bahwa tidak ada kebijakan pemerintah yang berniat atau bertujuan menghancurkan pertumbuhan ekonomi sektor apalagi yang terkait dengan masyarakat langsung,” pungkasnya.