Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Resmi! Kaltim Terima US$20,9 Juta dari Bank Dunia Atas Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca

Indonesia akan menerima pembayaran hingga US$110 juta untuk pengurangan emisi dan deforestasi dan degradasi hutan yang terverifikasi sesuai kesepakatan yang ada
Ilustrasi emisi karbon dari sebuah pabrik/ Bloomberg
Ilustrasi emisi karbon dari sebuah pabrik/ Bloomberg

Bisnis.com, SAMARINDA –– Pemerintah Indonesia melalui Provinsi Kalimantan Timur berhasil menerima pembayaran pertama sebesar US$20,9 juta dari Bank Dunia atas keberhasilan pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 22 juta ton CO2-eq.

Kesepakatan ini berdasarkan penandatanganan Emission Reduction Payment Agreement (ERPA) antara Pemerintah Indonesia dengan Forest Carbon Partnership Facility (FCPF) Bank Dunia untuk kegiatan pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan (REDD+) di provinsi Kalimantan Timur.

Kemudian, Indonesia akan menerima pembayaran hingga US$110 juta untuk pengurangan emisi dan deforestasi dan degradasi hutan yang terverifikasi sesuai kesepakatan yang ada.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menyatakan program ini memberikan peluang bagi pemerintah, organisasi masyarakat sipil, sektor bisnis, dan masyarakat untuk bersama-sama melindungi hutan Indonesia dan menjadi pengakuan atas keberhasilan Indonesia dalam mengurangi deforestasi dan degradasi hutan.

"Ini baru langkah awal upaya kami untuk mengelola hutan secara berkelanjutan akan terus melakukan untuk mencapai target pengurangan emisi yang ditetapkan Perjanjian Paris, mengatasi dampak perubahan iklim dan menempatkan Indonesia jalur pembangunan hijau,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa (8/11/2022).

Sebagaimana diketahui, Indonesia adalah negara pertama di Kawasan Asia Timur Pasifik yang menerima Pembayaran Berbasis Kinerja (Performance-based Payment) dari program FCPF, dimana pembayaran secara penuh akan diberikan setelah finalisasi verifikasi oleh pihak ketiga (auditor independen).

Dia melanjutkan, pembayaran pertama akan digunakan sesuai dengan rencana yang tercantum pada Dokumen Benefit Sharing Plan (BSP) yang telah disusun oleh Pemerintah Indonesia dan disampaikan ke FCPF pada Oktober 2021.

Terkait pembagian manfaat, dana akan diberikan secara konsultatif, transparan dan partisipatif untuk memastikan bahwa semua pemangku kepentingan terkait dapat memperoleh manfaat dari pembayaran pengurangan emisi.

Pembayaran akan diberikan kepada pihak-pihak yang berkontribusi pada kegiatan pengurangan di Provinsi Kalimantan Timur, dan level Pusat (KLHK), Pemerintah Daerah sampai ke level tapak (masyarakat),” katanya.

Kemudian, Siti mengungkapkan bahwa pengurangan emisi di Kaltim berhasil dicapai melalui beberapa perubahan kebijakan a.l peningkatan tata kelola dan pemantauan hutan, restorasi ekosistem seperti pada lahan gambut dan mangrove dan program-program terkait kejelasan kepemilikan lahan.

“Dan mendorong penghidupan bagi masyarakat pedesaan melalui program perhutanan sosial di sekitar kawasan konservasi,” katanya.

Sementara itu, Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor menyebutkan masyarakat Kaltim adalah jantung dari pengelolaan lahan dan hutan yang berkelanjutan dengan memastikan bahwa semua pihak mendapatkan manfaat, terutama masyarakat setempat yaitu masyarakat adat.

"Hasil jangka panjang program dan pembayaran ini adalah mata pencaharian yang lebih baik, hutan yang lebih sehat, dan masyarakat yang lebih tahan terhadap dampak perubahan iklim,” sebutnya.

Dia berharap program ini akan terus menjadi komitmen dalam pengurangan emisi GRK dari deforestasi dan degradasi hutan dalam jangka panjang.

Adapun, Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste Satu Kahkonen menuturkan bahwa pembayaran ini akan membangun kepercayaan terhadap sistem pembayaran berbasis kinerja di tingkat internasional dan nasional - sebagai perangkat penting untuk mendorong mitigasi perubahan iklim.

"Kami menghargai penurunan laju deforestasi yang berhasil dilakukan oleh Indonesia selama lima tahun terakhir dan kami berupaya untuk terus mendukung transisi menuju ekonomi hijau,” pungkasnya.

Sebagai informasi, ERPA adalah kontrak yang mengikat secara hukum untuk memberikan pembayaran jasa lingkungan, dengan kata lain, kompensasi atas upaya Indonesia untuk melestarikan hutan tropis dan mengurangi emisi gas rumah kaca yang dilepaskan ke atmosfer.

Sementara itu, FCPF adalah kemitraan global pemerintah, bisnis, masyarakat sipil, dan organisasi Masyarakat Adat yang berfokus pada pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan, konservasi stok karbon hutan, pengelolaan hutan berkelanjutan, dan peningkatan stok karbon hutan di negara berkembang.

Kegiatan yang biasa disebut sebagai REDD+ ini diluncurkan pada tahun 2008 dan telah bekerja sama dengan 47 negara berkembang di Afrika, Asia, serta Amerika Latin dan Karibia, bersama dengan 17 donor yang telah memberikan kontribusi dan komitmen senilai US$1,3 miliar.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Ajijah
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper