Bisnis.com, MAKASSAR - Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) melaporkan jumlah luas area kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di wilayahnya hingga awal Oktober 2023 mencapai 284,45 hektare yang tersebar di sembilan kabupaten.
Antara lain di Kabupaten Luwu Timur seluas 55,5 hektare, Jeneponto seluas 37,19 hektare, Tana Toraja 13,8 hektare, Toraja Utara 40 hektare, Gowa 37,6 hektare, Maros 22 hektare, Enrekang 20 hektare, Soppeng 20 hektare, Sidrap 10 hektare dan Bantaeng 28,36 hektare.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Sulsel Andi Hasbi Nur mengatakan, kebakaran paling luas terjadi pada area lahan yang mencapai 185,59 hektare. Sementara untuk area hutan, kebakaran tercatat hanya seluas 98,86 hektare.
Dia menjelaskan, Karhutla di Sulsel cenderung terjadi akibat kelalaian manusia seperti membuang puntung rokok sembarangan dan pembukaan lahan serta kebun dengan cara membakar. Beberapa faktor tersebut menyebabkan api cepat meluas dan sulit dikendalikan karena Sulsel saat ini tengah dalam kondisi kemarau ekstrem.
Oleh karena itu pihaknya kini terus melakukan pemantauan titik api 24 jam di semua Unit Pelayanan Teknis Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) dan melakukan pemadaman bersama Dinas Kebakaran, BPBD Kabupaten/Kota, TNI, Polri, serta masyarakat.
"Untuk penanganan Karhutla, pemerintah sebenarnya telah menyampaikan melalui surat edaran pada Juni lalu agar setiap daerah melakukan langkah untuk kesiapsiagaan menghadapi kemungkinan kebakaran, juga meminta diperkuat dalam bentuk peningkatan kesiapsiagaan kelompok masyarakat peduli api," ungkapnya, Rabu (4/10/2023).
Baca Juga
Demi mengantisipasi meluasnya bencana ini, Pemprov Sulsel juga akan segera membentuk posko penanggulangan kebakaran hutan di setiap daerah. Selain itu pihaknya juga mengeluarkan surat edaran kepada setiap pemda untuk mengupayakan pengadaan pembiayaan lewat dana bantuan tidak terduga.
Sementara Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sulsel Amson Padolo mengungkapkan pihaknya sudah meminta adanya penggunaan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) ke Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk mengurangi resiko bencana kebakaran semakin meluas.
Namun penggunaan teknologi ini dirasa masih sulit karena kondisi awan di Sulsel belum memenuhi syarat TMC, sehingga pihaknya masih terus menunggu hasil pemantauan dari BMKG untuk syarat tersebut.
"Penyemaian di awan belum bisa dilakukan. Pemantauan BMKG itu belum ada awan yang bisa disemai menjadi hujan. Jadi kita harus menunggu sampai bisa," papar Amson.