Bisnis.com, BALIKPAPAN –– Warga Kalimantan Timur (Kaltim) sering mengeluhkan antrean panjang bahan bakar minyak (BBM) di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU).
Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain minimnya jumlah SPBU, disparitas harga BBM, dan keberadaan pengetap.
Diketahui, Kaltim hanya memiliki 87 unit SPBU, yang 14 di antaranya berada di Kota Balikpapan. Jumlah ini jauh lebih sedikit dibandingkan dengan provinsi tetangga seperti Kalimantan Barat (Kalbar) yang memiliki 146 unit SPBU dan Kalimantan Selatan (Kalsel) yang memiliki 137 unit SPBU.
Padahal, Kaltim merupakan provinsi dengan penyaluran BBM tertinggi di Kalimantan. Pada tahun lalu, pajak BBM kendaraan yang dibayarkan di Kaltim mencapai Rp2,7 triliun.
“Kaltim itu paling tinggi dari sisi penyaluran. Ini bahkan bisa terlihat dari pajak BBM kendaraan yang dibayarkan tahun lalu,” ujar Area Manager Communication Relations & CSR Patra Niaga Kalimantan Arya Yusa Dwicandra dalam acara Rembuk Etam bertema Sulitnya Mencari BBM di Daerah Kaya Minyak baru-baru ini.
Arya menjelaskan, minimnya jumlah SPBU di Kaltim menjadi salah satu penyebab antrean panjang. Sebab, tidak seimbangnya jumlah SPBU dengan permintaan BBM menyebabkan sumbatan di lokasi-lokasi pengisian.
Baca Juga
“Sebanyak apapun kuota, jika lokasi SPBU minim tetap akan terjadi sumbatan,” katanya.
Arya menambahkan, minimnya jumlah SPBU di Kaltim juga dipengaruhi oleh minimnya minat investor. Dalam 10 tahun terakhir, pertumbuhan jumlah SPBU di Kaltim tidak sampai 5%.
Bahkan, dia menyebutkan ada beberapa SPBU yang tutup, seperti di Jalan Jenderal A Yani dan Jalan Syarifuddin Yoes di Balikpapan.
Selain itu, antrean panjang di SPBU juga dipicu oleh banyaknya pengendara yang beralih ke BBM jenis pertalite. Dia mengungkapkan bahwa ini dikarenakan selisih harga yang cukup tinggi antara pertalite dengan pertamax, yang sempat mencapai Rp4.000 per liter.
“Selisih harga yang tinggi ini memang membuat pengendara banyak beralih ke pertalite. Apalagi, pertalite juga memiliki kualitas yang baik untuk mesin kendaraan,” ungkapnya.
Akibatnya, permintaan pertalite meningkat dan ini juga dimanfaatkan oleh pengetap, yaitu orang-orang yang membeli BBM di SPBU untuk dijual kembali dengan harga lebih tinggi.
Arya mengatakan, Pertamina tidak bisa melakukan penindakan terhadap pengetap secara langsung. Apalagi, pengetab juga memiliki hak untuk membeli BBM sebagai konsumen.
“Kami tidak bisa melarang mereka membeli BBM. Kami hanya bisa melakukan pembatasan pembelian, misalnya dengan memberlakukan kartu kendali atau membatasi jumlah liter yang bisa dibeli per kendaraan,” tuturnya.
Arya berharap, dengan adanya pembatasan pembelian, antrean panjang di SPBU bisa berkurang. Dia juga mengimbau masyarakat untuk tidak panik dan tidak menimbun BBM.