Bisnis.com, SAMARINDA - Provinsi Kalimantan Timur tengah menghadapi badai defisit pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2016.
Seperti diketahui, Pemerintah Pusat memangkas alokasi anggaran transfer ke daerah dan dana desa tahun ini sebesar Rp72,9 triliun, meningkat dari rencana awal senilai Rp68,8 triliun.
Terdiri penghematan anggaran daerah diupayakan secara alamiah sebesar Rp36,8 triliun dan untuk penundaan penyaluran jatah daerah mencapai Rp36,1 triliun.
Penundaan sebagian jatah daerah menyasar pada Dana Alokasi Umum (DAU) yang dibekukan sebesar Rp19,4 triliun. Penundaan penyaluran juga dilakukan terhadap sebagian Dana Bagi Hasil (DBH), termasuk penghematan di dalamnya yang mencapai Rp20,9 triliun.
Penghematan juga dilakukan terhadap Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik sebesar Rp6 triliun, serta DAK non fisik berupa Tunjangan Profesi Guru sebesar Rp23,8 triliun.
Hal itu membuat Pemprov dan pemerintah daerah di Kaltim mengencangkan ikat pinggang anggaran. Terlebih, sejumlah wilayah di Kaltim sangat mengandalkan dana bagi hasil migas dalam APBDnya.
Kepala Biro Keuangan Setprov Kaltim Fadliansyah mengatakan, wilayah yang dijuluki Bumi Etam ini melakukan pemangkasan anggaran dalam APBD senilai Rp1,57 triliun. Hal itu membuat APBD P Kaltim tahun ini hanya Rp7,5 triliun dari APBD murni tahun ini yang senilai Rp11,09 triliun.
"Dana transfer daerah dipotong, lalu DAU juga dipotong. Ini sangat sulit untuk Kaltim. APBD tahun depan diperkirakan hanya Rp6 triliun," ujarnya, Selasa
Karena APBD yang terbatas, Pemprov pun tidak melanjutkan proyek yang kurang strategis. Untuk proyek pembangunan yang masih berjalan sesuai program prioritas akan diutamakan anggarannya.
Saat ini, lanjut Fadliansyah, Pemprov Kaltim tengah menyeleksi program mana saja yang tidak prioritas dan dapat ditunda.
"Ini akan membuat beberapa proyek tak masuk daftar prioritas. Untuk proyek strategis sudah selesai semua. Kami masih melihat-lihat bagian mana yang tidak prioritas, kegiatan yang bisa ditunda serta diusulkan pada tahun 2017. Kami alihkan ke tahun depan."
Untuk mengatasi keterbatasan dalam APBD, Pemprov berupaya meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) dengan memanfaatkan aset daerah yang bisa disewakan dan tanpa harus dijual.
"Yang bisa diprioritaskan, adalah PKB (pajak kendaraan bermotor) dan PBB-KB (pajak bahan bakar kendaraan bermotor). Sebab, ini yang paling berpotensi, karena jumlahnya biasanya besar," tutur Fadliansyah.
Bupati Kutai Timur Ismunandar menuturkan, APBD Kutim yang senilai Rp3,5 triliun akan terpangkas Rp1,4 triliun menjadi Rp2,1 triliun.
"Tahun ini Kutim defisit Rp1,4 triliun. Kegiatan yang tidak berdampak besar kepada masyarakat tidak dilaksanakan. Kesehatan, pendidikan tetap kami teruskan," ucapnya.
Pihaknya telah menginstruksinkan kepada Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) untuk mengkaji lebih rinci besaran belanja yang masih tersedia di tiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan yang sudah terserap.
Terkait dengan proyek infrastruktur, lanjut Ismunandar, akan ditinjau terlebih dahulu. Untuk proyek besar di atas Rp3 miliar, pihaknya akan meninjau ulang proses kesepakatan pembayaran.
Apabila mereka bersedia untuk dibayar pada tahun anggaran berikutnya, maka proyek infrastruktur tersebut akan tetap berjalan.
"Intinya ada beberapa yang kami tahan. Kalau yang sudah setengah jalan mau diselesaikan dan dibayar tahun depan ya tetap lanjut. Yang kecil dan lokal kami prioritaskan," ujarnya.
Untuk berharap pada PAD agar dapat menutup defisit ini sangatlah sulit. Sebab, penerimaan paling besar daerah Kutim yakni berasal dari dana bagi hasil migas.
"PAD kami Rp150 miliar. Yang paling besar penerimaan kami ya DBH tapi DBH kami sebagai daerah penghasil malah terpotong besar," kata Ismunandar.
Defisit pada APBD juga terjadi di Kota Bontang. Pemerintah kota Bontang memangkas APBD senilai Rp800 miliar dari Rp1,9 triliun menjadi Rp1,1 triliun.
Wali Kota Bontang Neni Moerniaeni mengatakan, pemda akan membuka peluang untuk bekerja sama dengan PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI). "Namun, baru bisa berjalan bisa sudah ada peraturan daerah (perda) tentang peminjaman dana."
Bontang merupakan kota yang bergantung pada DBH yang setiap saat bisa menurun sehingga dengan bekerja sama SMI ini akan membuat pembangunan di kota tersebut akan tetap berjalan.
Kendati demikian, pihaknya akan mengkaji terlebih dahulu rencana kerja sama tersebut dari aspek hukumnya.
“Karena SMI ini bisa mendanai terlebih dahulu pembangunan yang akan kami laksanakan di Bontang APBD yang sekarang juga harus dimaksimalkan. Sementara untuk program prioritas seperti pembangunan pasar dan jalan lingkar, akan diupayakan melalui pendanaan dari APBN 2017,” tutur Neni.