Bisnis.com, BALIKPAPAN - Kantor Perwakilan Bank Indonesia Balikpapan mencatat permintaan dan peredaran uang mengalami penurunan sepanjang 2016.
Bank sentral menganggap hal ini disebabkan oleh imbas jangka panjang melambatnya pergerakan ekonomi di kota minyak dan sekitarnya.
Berdasarkan data dari bank sentral, cash inflow di Balikpapan, Penajam, dan Paser hingga November lebih besar dibanding outflow, yakni Rp3,66 triliun dan Rp3,59 triliun masing-masing.
Artinya, total inflow selisih Rp69,33 miliar lebih besar dibanding total outflow.
Besaran inflow yang mengalahkan outflow ini pun pertama kalinya terjadi selama lima tahun terakhir. Sampai dengan 2015, bank sentral mencatat besaran outflow masih lebih tinggi dibanding inflow sepanjang tahun.
"Hal ini bukan terjadi di Balikpapan saja, secara umum kondisinya memang begitu. Cash outflow yang lebih rendah dari inflow merupakan konsekuensi yang logis dari melambatnya perekonomian di suatu daerah," jelas Kepala Perwakilan Bank Indonesia Balikpapan Suharman Tabrani, belum lama ini.
Pada periode-periode tertentu, cash outflow sepanjang 2016 pun menurun cukup signifikan.
Selama Juli, tercatat outflow menurun 70,66% dari periode yang sama pada 2015, dengan total outflow Rp342 miliar dan inflow Rp716 miliar. Penurunan signifikan juga terjadi pada Oktober, yakni sebesar 58,57%.
Selama setahun silam, realisasi outflow pun rata-rata mencetak pertumbuhan minus.
Pertumbuhan positif pun tak cukup signifikan, pertumbuhan tertinggi terjadi pada Agustus, yakni sebesar 37,16% dengan total inflow Rp352 miliar dan total outflow Rp181 miliar.
"Kebutuhan masyarakat untuk menarik uangnya juga menurun, tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, sekarang menarik uang ya tidak lebih dari yang diperlukan. Fenomena ini juga sejalan dengan penurunan pembiayaan selama setahun terakhir," sambungnya.
Permintaan uang selama libur perayaan Natal pun menurun, selama periode yang sama pada 2015, bank sentral menyediakan uang kartal untuk penukaran sebanyak Rp1,18 triliun, sedangkan pada 2016 permintaan uang kartal diproyeksi menurun menjadi Rp1,14 triliun.
Lebih jauh, Suharman memproyeksikan peredaran uang kartal sepanjang tahun ini akan meningkat, namun tak signifikan. Menurutnya, kondisi perekonomian daerah belum menunjukkan tanda-tanda perbaikan yang masif dan signifikan.
"Pasalnya kondisi eksternal juga berpengaruh, harga komoditas unggulan Kaltim bisa saja meningkat, tapi kalau permintaan dari negara-negara importir tidak naik ya sama saja.
Apalagi Kaltim masih bergantung pada sektor industri ekstraktif, butuh waktu lama untuk mengalihkan sektor unggulannya."