Bisnis.com, BANJARMASIN- Dewan Pengupahan Provinsi Kalsel secara resmi mengumumkan Upah Minimum Provinsi (UMP) Kalsel untuk Tahun 2020 sebesar Rp2.877.448.59.
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kalsel sebagai salah satu unsur dalam Dewan Pengupahan, mengaku menghormati keputusan tersebut dan siap mensosialisasikannya kepada anggota Apindo maupun organisasi pengusaha lainnya.
Walau menghormati keputusan UMP Kalsel Tahun 2020, Ketua Apindo Kalsel H Supriadi tidak dapat menjamin seluruh anggota dapat menjalankan keputusan tersebut, utamanya para Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan Industri Kecil dan Menengah (IKM).
"Dengan kondisi turunnya harga jual ekspor komoditas dari Kalsel sekarang, perusahaan besar sulit mengupayakan untuk membayar gajih karyawannya sesuai UMP, apalagi pelaku UMKM dan IKM yang omset dan modal usahanya masih terbatas," ungkap Supriadi, Sabtu (02/11/2019).
Menurut dia akan lebih baik Pemerintah kedepan harus mulai memikirkan kebijakan
cluster atau pengelompokan pembayaran UMP antara pengusaha kecil atau UKM dengan pengusaha besar.
"Faktanya dari ribuan perusahaan di Provinsi Kalsel, tidak lebih 50 persen yang sanggup membayar sesuai UMP. Tapi dengan kebijakan cluster tadi saya yakin sebagian besar pengusaha bisa mematuhi dan melaksanakan aturan mengenai UMP," tegasnya.
Baca Juga
Kemudian dalam kesempatan ini dirinya juga menyoroti perhitungan terkait masalah kenaikan UMP yang dianggapnya tidak rasional dan malah merugikan para pengusaha di daerah. Harusnya perhitungan kenaikan UMP berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi di daerah bukan nasional.
"Kenaikan UMP yang berpatokan dengan Permenaker No 78 Tahun 2015 cukup memberatkan para pengusaha di daerah. Karena itulah kami berharap adanya revisi dari kebijakan tersebut," tambahnya.
Secara Global kenaikan UMP yang rata-rata naik 9 persen pertahun sangat menurunkan daya saing Indonesia dalam hal menarik investasi masuk di banding beberapa negara di ASEAN.
Hal ini karena Indonesia merupakan negara yang kenaikan UMP terbesar setiap tahun di ASEAN, disusul oleh Myanmar dan Piliphina. Dengan tingginya kenaikan UMP tersebut membuat Indonesia tidak lagi menjadi primadona untuk berinvestasi.
"Coba bandingkan dengan Thailand yang kenaikan UMP rata-rata hanya sebesar 1,6 persen atau Malaysia yang hanya 3,23 persen. Ini yg membuat banyak pengusaha berkurang niatnya untuk berinvestasi di indonesia dan memilih hengkang ke Thailand atau Vietnam," tukasnya.