Bisnis.com, SOLOK—Perluas manfaat dalam mendorong dekarbonisasi melalui penanaman bibit pohon untuk menekan emisi karbon, PT Pupuk Kalimantan Timur (Pupuk Kaltim) menjalin kerja sama program Community Forest bersama Badan Standardisasi Instrumen Pertanian (BSIP) Kementerian Pertanian melalui Balai Pengujian Standar Instrumen (BPSI) Tanaman Buah Tropika.
Pupuk Kaltim bersama BPSI Tanaman Buah Tropika akan melakukan optimalisasi kegunaan lahan dengan penanaman berbagai jenis komoditas buah-buahan tropika. Kerja sama ditandai penanaman bibit buah secara serentak pada lahan BPSI di Kabupaten Solok Provinsi Sumatera Barat, Selasa (24/10/2023).
SEVP Business Support Pupuk Kaltim Meizar Effendi mengatakan pada program ini Pupuk Kaltim menargetkan penanaman sebanyak 7.489 bibit pohon yang terdiri dari berbagai jenis komoditas buah unggul yang diproduksi BSIP Tanaman Buah Tropika, mulai dari mangga, durian, nangka, alpukat, manggis dan berbagai jenis buah tropika lainnya.
Sementara lokasi penanaman tersebar di dua lokasi, yakni Kabupaten Solok seluas 20 Hektare (Ha) dan Subang 20 Ha, dengan total area kerja sama seluas 40 Ha.
"Kerja sama ini bagian dari kesinambungan langkah Pupuk Kaltim dalam mendorong dekarbonisasi, serta upaya meningkatkan kesejahteraan petani melalui optimalisasi lahan menjadi kawasan pertanaman buah agar semakin terpelihara," ujar Meizar.
Community Forest, jelas Meizar, digagas Pupuk Kaltim sebagai bentuk kontribusi perusahaan dalam menekan emisi karbon, guna tercapainya target net zero emission di tahun 2060. Hal ini direalisasikan melalui dukungan terhadap National Determined Contribution (NDC) dengan target penurunan emisi sebesar 32 persen tahun 2030.
Langkah ini sejalan dengan prinsip environment, social dan governance (ESG) yang diusung Pupuk Kaltim dalam mendorong keberlanjutan melalui percepatan laju dekarbonisasi dengan penanaman berbagai jenis pohon secara bertahap di berbagai wilayah Indonesia.
"Selain itu Community Forest juga ditujukan untuk pemanfaatan kembali lahan kurang produktif, seperti lahan tidur yang belum teroptimalisasi agar kembali menghasilkan. Dari hal tersebut, manfaat penanaman pun tidak hanya bagi lingkungan tapi juga masyarakat," terang Meizar.
Melalui kerja sama Community Forest, Meizar pun berharap kawasan BPSI Tanaman Buah Tropika semakin optimal sebagai sarana riset, utamanya terkait pengelolaan produk instrumen hasil standardisasi tanaman buah tropika. Termasuk dalam hal penghitungan serapan karbon, maupun SOP budidaya tanaman buah agar produktivitas semakin meningkat, hingga layanan pengujian dan penilaian kesesuaian standar instrumen tanaman buah tropika.
"Semoga program kerjasama Community Forest ini dapat menjadi kontribusi bersama dalam mencapai target Indonesia Net Zero Emission di tahun 2060," tambah Meizar.
Kepala BPSI Tanaman Buah Tropika Yunimar menyampaikan kerja sama community forest menjadi peluang untuk pengembangan sejumlah komoditas unggulan yang diproduksi BPSI Tanaman Buah Tropika, sehingga produktivitas dan kapasitasnya dapat semakin dipacu dengan melibatkan masyarakat dalam pengelolaan program.
Selain itu, kerja sama ini juga akan mengembangkan sejumlah tumbuhan langka lainnya seperti matoa, kelengkeng serta nangka yang tidak didapati di beberapa daerah Indonesia. Sehingga dari pengembangan yang dilakukan, jenis buah tersebut dapat terus lestari dan bibit penanamannya bisa disebar ke berbagai wilayah yang tidak memiliki komoditas agar bisa kembali merata.
"Melalui Community Forest, komoditas buah unggulan lainnya pun bisa kita kembangkan sehingga makin berdampak terhadap kesejahteraan petani. Begitu pula penurunan emisi CO2 bisa turut ditekan untuk mencapai target yang diharapkan," papar Yunimar.
Sekretaris BSIP Haris Syahbuddin menilai community forest menjadi salah satu upaya efektif dalam menekan emisi yang berdampak pada kenaikan suhu, serta ketersediaan air tanah agar tidak semakin hilang. Program ini pun dapat menjadi kegiatan komunitas untuk dikembangkan secara sengaja, dengan terus menggiatkan penanaman pohon dalam mendorong keberlanjutan melalui pelestarian alam dan kawasan.
Ditambahkan Haris, sektor pertanian memiliki peranan penting dalam menghadapi perubahan iklim, yakni salah satu solusi untuk penyerapan CO2 dengan menghasilkan komoditas produktif yang mampu menekan emisi secara maksimal. Hal ini pun terimplementasi melalui community forest yang berfokus pada penanaman buah, agar bisa dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk memberi dampak positif bagi lingkungan di masa datang.
"Proses community forest ini sangat tepat kita lakukan sebagai langkah mitigasi terhadap perubahan iklim, disamping mendapatkan hasil dari produksi jenis buah yang ditanam. Makanya kami harap program ini bisa terus dikembangkan secara bertahap," pungkas Haris.