Bisnis.com, BALIKPAPAN –– Kalimantan Timur (Kaltim) menghadapi tantangan dalam memenuhi kebutuhan beras menjelang bulan Ramadan.
Penjabat (Pj.) Gubernur Kaltim Akmal Malik menyatakan keterlambatan tanam akibat fenomena perubahan iklim yang juga berdampak pada penurunan produksi beras di daerah ini.
“Pemenuhan Beras saat Ramadan diperkirakan masih dalam kategori terkendali, karena panen padi di Kaltim dan hampir di semua daerah luar Kaltim yang biasa sebagai pemasok sebagian beras Kaltim juga dimulai pertengahan bulan maret, sehingga stok masih terjaga,” ujarnya dalam keterangan resmi, Minggu (25/2/2024).
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), kebutuhan konsumsi beras riil setiap tahun Kaltim sekitar 274.000 ton, dengan jumlah penduduk 3,909 juta jiwa.
Kebutuhan ini hanya dipenuhi dari produksi daerah sekitar 45,75%. Sisanya, beras didatangkan dari Sulawesi, Jawa Timur, dan Kalimantan Selatan.
Dia mengimbau masyarakat untuk tidak melakukan panic buying atau membeli beras secara berlebihan karena takut kehabisan.
Baca Juga
“Tindakan ini justru akan memicu lonjakan harga dan membuat harga beras sulit turun ketika kondisi pasokan kembali normal,” katanya.
Akmal menjelaskan keterlambatan tanam dan penurunan produksi beras di Kaltim adalah akibat dari perubahan iklim global yang menyebabkan anomali el-nino.
Fenomena ini terjadi di seluruh Indonesia, bahkan di negara-negara lainnya. “Secara teori, perubahan iklim ini akan menurunkan ketahanan pangan akibat kapasitas produksi yang berkurang,” tuturnya.
Akmal menyebutkan, BPS mencatat bahwa produksi beras Kaltim pada tahun 2022-2023 menurun 10,08%. Penurunan ini merata di seluruh wilayah hingga 2,46% se-Indonesia akibat penyusutan luas panen 0,26 juta hektar.
Untuk mengatasi dampak perubahan iklim ini, Akmal Malik mengatakan bahwa pemerintah daerah telah melakukan beberapa langkah, a.l menambah luas tanam baru dan prasarana lainnya, memperbaiki tata kelola air pada areal pertanian dan melakukan intensifikasi pertanian dan memperbaiki budidaya.
Kemudian, meminimalisir penggunaan pestisida dan zat kimia berbahaya lainnya dalam usaha pertanian dengan menggalakkan pemanfaatan bahan nabati dalam pengendalian hama dan penyakit tanaman, mempercepat adopsi teknologi pertanian dan menumbuhkan ketahanan pangan di tingkat rumah tangga dan perwilayahan perkotaan (urban farming).
Selain itu, ia juga menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara supply dan demand pangan.
“Dari sisi supply, selain meningkatkan ketersediaan dan keterjangkauan terhadap pangan, tidak kalah penting adalah memperketat kehilangan dan pemborosan pangan. Hampir 14% kehilangan akibat pasca panen dan 17% ketika makanan telah berada di atas meja makan,” ungkapnya.
Selanjutnya, dia mengajak masyarakat untuk bijak dan mengubah kebiasaan buruk dalam mengelola pangan, seperti merencanakan apa yang hendak dimakan, membeli sesuai kebutuhan, menyimpan makanan dengan benar, mendaur ulang makanan, dan mengambil makanan secukupnya.
Adapun, Akmal turut mengusulkan upaya diversifikasi pangan dengan konsumsi pangan lokal agar terjadi substitusi pangan sehingga mengurangi ketergantungan terhadap komoditas tertentu.