Bisnis.com, BALIKPAPAN – Kalimantan Timur mendominasi peta daya saing digital Kalimantan dengan menempati peringkat ke-8 secara nasional, dan mengungguli empat provinsi lainnya.
Berdasarkan East Ventures Digital Competitiveness Index (EV-DCI) 2025 yang dirilis pekan ini, Kalimantan Timur menjadi satu-satunya wakil Kalimantan dalam jajaran 10 besar nasional.
Hasil survei komprehensif terhadap 38 provinsi dan 157 kota/kabupaten ini mengungkap fenomena menarik.
Meski Kalimantan Timur meraih skor 47,9 dan peringkat ke-8 nasional, jarak dengan Kalimantan Selatan yang berada di posisi kedua regional cukup jauh, yaitu selisih 6,7 poin.
Fakta ini tidak hanya menggarisbawahi keunggulan Kaltim, tetapi menjadi tantangan bagi provinsi-provinsi tetangga untuk mengejar ketertinggalan dalam mengakselerasi adopsi teknologi digital.
Dominasi Kalimantan Timur didukung oleh tiga kotanya, yaitu Samarinda, Balikpapan, dan Bontang yang tampil luar biasa dalam kategori daya saing digital.
Baca Juga
Samarinda memuncaki Pulau Kalimantan dengan skor 49,3 (peringkat 14 nasional), diikuti Balikpapan dengan skor 48,0 (peringkat 15 nasional).
Bahkan Bontang dengan skor 42,6, berhasil masuk 50 besar nasional di peringkat 47.
Kondisi yang tidak kalah mengagumkan adalah pencapaian Kabupaten Berau yang, meskipun berlokasi jauh dari pusat ekonomi Kaltim, berhasil menembus peringkat 89 nasional.
Tak pelak, faktor geografis bukanlah penentu dalam kompetisi digital asalkan terdapat komitmen serius dari pemerintah daerah untuk membangun infrastruktur yang memadai.
Sementara itu, Kalimantan Selatan menunjukkan performa yang patut diapresiasi dengan meraih peringkat 15 nasional dan skor 41,2.
Dua kota utamanya, yaitu Banjar Baru dan Banjarmasin mencerminkan keseimbangan pembangunan yang relatif merata.
Banjar Baru unggul tipis dengan skor 44,2 (peringkat 36 nasional), sementara Banjarmasin mengikuti dengan skor 43,6 (peringkat 40 nasional).
Kendati demikian, kestabilan ini tidak boleh menyamarkan fakta bahwa Kalsel masih tertinggal dari Kaltim sebesar 6,7 poin.
Kemudian, meski hanya diwakili oleh Palangka Raya, Kalimantan Tengah turut meraih hal positif.
Dengan skor 45,4 dan peringkat 31 nasional, ibu kota provinsi ini bahkan melampaui beberapa kota besar di Kalsel.
Yang lebih mengagumkan lagi, Provinsi Kalteng mencatatkan lompatan 5 peringkat dibandingkan tahun sebelumnya.
Dari ujung Barat, Provinsi Kalbar mengalami paradoks.
Di satu sisi, Pontianak sebagai ibu kota masih mampu mempertahankan posisi yang layak dengan skor 46,8 (peringkat 23 nasional).
Namun di sisi lain, kesenjangan dengan daerah-daerah kabupaten sangatlah mencolok.
Singkawang terperosok di peringkat 77, sementara Kabupaten Landak bahkan terpuruk di peringkat 153 dengan skor memprihatinkan 22,4.
Perlu peninjauan lebih jauh, apakah konsentrasi fasilitas digital yang terpusat di Pontianak belum mampu menciptakan efek multiplier yang signifikan bagi daerah-daerah satelitnya.
Lebih lanjut, Kalimantan Utara sebagai provinsi termuda di Indonesia justru menunjukkan tren yang kontraproduktif.
Dengan skor 38,4 dan peringkat 22 nasional, provinsi ini merosot 9 peringkat dibandingkan tahun sebelumnya.
Tarakan, sebagai satu-satunya representasi Kaltara dalam data, terpuruk di peringkat 128 dengan skor 32,6 dan patut menjadi alarm bagi stakeholder terkait.
Co-Founder dan Managing Partner East Ventures Willson Cuaca menyatakan peningkatan yang paling signifikan dalam pelaporan tahun ini adalah meningkatnya persentase pekerja yang menggunakan internet dan perluasan jangkauan 3G dan 4G di desa-Desa.
Lebih lanjut, fakta bahwa skor EV-DCI 2025 mencapai 38,8, meningkat dari 38,1 (2024), 37,8 (2023), dan 35,2 (2022) menunjukkan tren positif secara makro.
Namun, ketimpangan yang ada di level regional mengingatkan bahwa jalan menuju digitalisasi inklusif masih panjang dan berliku.
Di tingkat nasional, kesenjangan skor antara provinsi terbaik dan terburuk mencapai 56,9 poin (dari sebelumnya 60,4 poin) yang berarti terjadi penyempitan gap.