Bisnis.com, JAKARTA – Human Rights Watch menemukan fakta adanya keterlibatan Pemerintah Indonesia, pejabat sipil dan aparat keamanan dalam penggusuran lebih dari 7.000 anggota Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) dari rumah dan lahan pertanian di Kalimantan sejak Januari 2016.
Dari siaran pers yang diterima Bisnis, pemerintah dinilai gagal melindungi anggota anggota Gafatar. Pemerintah dan aparat keamanan diam saja saat pemuda sekelompok orang mengancam, mengusir, menjarah serta menghancurkan barang-barang milik Gafatar.
Pemerintah lantas memindahkan para anggota Gafatar ke tempat penahanan tak resmi, kemudian mengirim ke kampung halaman masing-masing. Hal itu dinilai bukan sebuah perlindungan melainkan upaya membubarkan keberadaan gafatar.
“Beberapa gerombolan etnik dan lembaga pemerintah bertindak atas nama ‘kerukunan beragama’ mengabaikan hak asasi berupa keamanan dan kebebasan beragama anggota Gafatar,” ungkap Wakil Direktur Asia dari HRW Phelim Kine, baru-baru ini.
Dia mengatakan, lembaga pemerintah dan aparat keamanan tidak berbuat banyak untuk memberikan perlindungan kepada anggota Gafatar dari penggusuran, pengurungan dan mengirimkan mereka ke daerah-daerah asalnya. Pemerintah, menurutnya, sewenang-wenang menahan, menginterogasi dan mengancam mereka selayaknya kriminal.
Juru bicara Gafatar Farah Meifira mengatakan kepada HRW bahwa ada 2.422 keluarga, total 7.916 individu termasuk anak-anak diusir dari Kalbar dan Kaltim sejak Januari sampai akhir Februari diungsikan ke penahanan tak resmi di Jakarta, Yogyakarta, Bekasi, Boyolali dan Surabaya.
HRW melakukan verifikasi ke sejumlah wilayah seperti di penahanan Donohudan Boyolali, Jawa tenaga terdapat 300 anggota Gafatar, 302 orang dikirimkan ke kampung halaman mereka di Sumatra Utara.