Bisnis.com, PONTIANAK – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan membuka lebar pintu kepada investor dan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) untuk mengelola hutan produksi di Kalimantan Barat menjadi hutan wisata.
Dirjen Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) KLHK Ida Bagus Putera Parthama mengatakan, pihaknya sudah meminta Kesatuan Pengelolaan Hutan di bawah direktoratnya untuk mulai secepatnya mencari investor dan menjalin kerjasama dengan pemerintah daerah.
“Hutan kita terlalu luas, di Kalbar ada 9 juta hektare hutan Izin Hasil Hutan Kayu-Hutan Alam (IUPHHK-HA) bisa dimanfaatkan untuk hutan produksi, dan perlu dica. Dengan adanya KPH, diidentifikasi potensinya, perencanaan bisnis dan mencari investor,” katanya kepada Bisnis di Pontianak, Rabu (27/7/2016).
Menurut dia, sudah ada payung hukum mengelola hutan produksi non kayu yaitu, UU No. 41/199 tentang Kehutanan tetapi belum optimal dalam memanfaatkan potensi pengembangan non kayu menjadi jasa lingkungan di seluruh daerah.
Sehingga untuk merealisasikan peluang pengembangan jasa lingkungan perlu dukungan revisi regulasi undang-undang, menerbitkan peraturan pemerintah dan dukungan pemerintah daerah Kalbar untuk mengoptimalkan program itu. Hal itu menyangkut keterlibatan masyarakat sekitar hutan.
Direktur Usaha Jasa Lingkungan Hutan Produksi dan Hasil Hutan Bukan Kayu Ditjen PHPL KLHK Gatot Subiantoro mengutarakan, BUMDes nantinya akan mengelola jasa lingkungan seperti air, wisata alam, perlindungan keanekaragaman hayati, perjalanan wisata, cinderamata, hingga transportasi.
Pihaknya memandang jasa lingkungan perlu melibatkan masyarakat sekitar hutan sebagai aktor dalam tata kelola hutan produksi di PHPL sehingga boleh memanfaatkan hasil non kayu.
“Areal maksimal pemanfaatan jasa lingkungan maksimal seluas 10% dari blok pemanfaatan hutan produksi yang sudah diberikan hak atau izin pemanfaatan hutan,” ujarnya.
Kadis Kehutanan Kalbar Marcellus TJ menyebutkan, Kementerian KLHK harus membereskan dulu tumpang tindih izin di kawasan hutan produksi yang mencapai 14.680.790 hektare yang bisa dimanfaatkan untuk PHPL.
“Persoalan tenurial termasuk Clear and Clean di tata batas harus diselesaikan dengan cepat karena ada 250-an pemukiman yang berhak mendapatkan sertifikat tanah masih menjadi hambatan.”