Bisnis.com, BALIKPAPAN -- Wahana Lingkungan Hidup Indonesia atau Walhi memandang upaya bersih-bersih tumpahan minyak di Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur oleh masyarakat berpotensi memperluas paparan limbah berbahaya ke tubuh manusia.
Hasil investigasi Walhi menyebutkan sebanyak 162 nelayan gagal melaut serta 17.000 hektare (ha) mangrove di Balikpapan dan Penajam Paser Utama (PPU) terpapar minyak (lihat infografis).
Infografis Walhi.
"Pembersihan adalah murni tugas perusahaan, bukan tugas masyarakat. Berkaca dari kasus Teluk Meksiko, Obama [Presiden AS kala itu] menginstruksikan langsung perusahaan yang bersangkutan untuk melakukan pemulihan. Sekali lagi, bukan masyarakat. Ini hanya akan menambah paparan limbah berbahaya itu ke tubuh manusia," jelas Direktur Eksekutif Walhi Kalimantan Timur (Kaltim) Fathur Roziqin Fen kepada Bisnis, Sabtu (7/4/2018) malam.
Dia mengatakan dalam waktu dekat upaya pemulihan lingkungan secara masif oleh perusahaan mesti dilakukan. Sementara itu, lanjut Fathur, fokus pengawalan dan desakan hukum menyusul dilakukan setelah upaya pemulihan lingkungan dan dampak negatif terhadap masyarakat.
Walhi mengaku sedang melakukan upaya konsolidasi dengan para korban serta masyarakat terdampak, sekaligus mempertimbangkan langkah hukum.
"Saat ini, kami fokus penanganganan darurat dulu. Krisis teluk kami yakini akan berkepanjangan setelah tragedi ini," paparnya.
Seorang mahasiswa membersihkan tumpahan minyak di kawasan Pantai Banua Patra, Balikpapan./Istimewa
Walhi mencatat mitigasi risiko sosial masih belum terlihat dilakukan. Masyarakat di wilayah hulu Teluk Balikpapan mengeluhkan tak bisa melaut, padahal mereka harus mencukupi kebutuhan keluarga.
"Ini sudah terjadi sepekan. Pertamina masih menunggu proses investigasi. Kalaupun bisa, Pertamina hanya dengan CSR," ungkap Fathur.
Mengenai dugaan penyebab patahnya pipa diduga akibat faktor external force atau lego jangkar kapal, Walhi menyatakan lebih tertarik mencari tahu mengapa kapal bisa masuk ke area tersebut.
"Jika benar, ini jelas ada unsur kelalaian dari Pertamina, kapal pemandu ke mana? Bagaimana bisa kapal sebesar itu masuk ke area yang dilintasi pipa, patroli Pertamina ke mana?" jelasnya.
Manajer Kampanye Pangan, Air dan Ekosistem Esensial Eknas Walhi Wahyu Perdana menambahkan upaya pemulihan ekosistem adalah mutlak tanggung jawab korporasi. Sebagaimana diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, hal itu mesti dilakukan tanpa perlu mempertimbangkan adanya unsur kesengajaan ataupun tidak.
“Di sisi lain, pemerintah juga tetap memiliki tanggung jawab. Dalam kasus ini, baik dalam konteks pengawasan, pengelolaan, ataupun perlindungan lingkungan hidup," terangnya.
Dalam kasus lingkungan hidup, sebut Wahyu, tuntutan pidana dapat dijatuhkan kepada badan usaha mengacu Pasal 116 UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Bersih-bersih di kampung atas air Kelurahan Margasari./Pertamina
Hal lain yang disebut jarang diperhatikan adalah dampaknya terhadap ekonomi masyarakat. Walhi mencatat banyak budidaya kepiting dan rumput laut nelayan yang rusak, serta alat tangkap yang tak lagi berfungsi.
Pada jangka panjang, kerusakan ekosistem dan matinya plankton sebagai sumber makanan ikan bakal berdampak pada jumlah tangkapan nelayan yang pada akhirnya mempengaruhi ekonomi masyarakat.
Sementara itu, rombongan komisi VII DPR RI akan bertolak ke Balikpapan guna meninjau langsung kondisi pasca insiden tumpahan minyak.
"Insyaallah besok akan ke Balikpapan," ungkap anggota Komisi VII DPR Tjatur Sapto Edy kepada Bisnis, Minggu (8/4).