Bisnis.com, BALIKPAPAN – Ikon Kota Balikpapan, Beruang Madu, membutuhkan biaya pemberdayaan yang tidak sedikit namun kontribusi pemerintah daerah diklaim semakin sedikit.
Petugas Lingkungan Hidup dari Kawasan Wisata Pendidikan Lingkungan Hidup (KWPLH) atau Pusat Beruang Madu Balikpapan, Mulyana atau Yana mengatakan biaya yang digelontorkan untuk memberi makan beruang madu terbilang sangat besar.
Untuk satu kali makan saja, 6 ekor beruang madu yang hidup di enklosur milik KWPLH itu membutuhkan sekitar 20 kilogram buah. Uniknya, beruang madu khas Asia ini juga hanya menyukai buah-buahan citrus.
“Satu kali makan itu 20 kilogram buah. Jadi, untuk dua kali makan dalam satu hari saja membutuhkan 40 kilogram,” kata Yana kepada Bisnis di sela-sela memperhatikan aktivitas makan sore beruang madu di kilometer 23, Balikpapan Utara, Sabtu (23/2/2019).
Dilansir dari Laman Informasi Ekonomi Komoditas Kaltim atau Lamin Etam pada Minggu (24/2/2019), harga rata-rata buah-buahan di Provinsi Kalimantan Timur ini mulai Rp22.500 per kilogram, sampai Rp36.250 per kilogram jenis apel dan jeruk.
Harga termurah Rp22.500 per kilogram ini berada di Kabupaten Kertanegara, di Samarinda seharga Rp24.500 per kilogram, di Kabupaten Kutai Barat seharga Rp27.150 per kilogram, di Kabupaten Bontang Rp30.250 per kilogram, dan Kabupaten Berau sekitar Rp36.250 per kilogram.
Diperkirakan dalam satu hari makan saja dengan harga buah dari Kabupaten Kutai Kertanegara, biaya yang digelontorkan sekitar Rp900.000 per hari. Maka, dalam satu pekan, biaya makan untuk beruang madu diperkirakan Rp6,3 juta.
Dengan biaya makan yang besar, belum ditambah dengan biaya nutrisi madu dua kali per minggu, dan perawatan dokter hewan, Yana mengaku Yayasan KWPLH mengandalkan kemitraan dari pemerintah kota dan swasta.
Baca Juga
Beberapa pihak swasta yang tercatat sudah membantu KWPLH misalnya Chevron Indonesia yang membantu membangun jembatan enklosur, serta Novotel Hotel yang membangun fasilitas tanaman di area enklosur.
Sementara itu, pada perayaan HUT Kota Balikpapan 10 Februari 2019 lalu, salah satu inisiator KWPLH melalui Yayasan Pro-Natura, Gabriella Fredrikson menyatakan bahwa Pemkot Balikpapan saat ini tidak banyak lagi memberikan kontribusi pendanaan untuk KWPLH.
“Maupun pemerintah provinsi dan pemerintah daerah tidak ada bantuan dana pengelolaan KWPLH. Sementara ada Yayasan Pro-Natura sembari kita mencari sumber pendanaan yang cocok untuk beruang madu sebagai ikon Kota Balikpapan,” kata Gabriella.
Perempuan asal Swedia yang meneliti beruang madu dan berkontribusi menjadikan hewan ini ikon Kota Balikpapan menyatakan pengunjung yang datang sekitar 100.000 orang per tahun melihat beruang madu. Hal ini karena semakin banyak orang yang menginginkan wisata edukasi di tengah hutan.
“Sekarang kami upaya supaya tidak terlalu bergantung pada sumbangan, sehingga kami bisa lebih sustainable,” terangnya.
Gabriella mengaku pertama kali datang ke Balikpapan pada 1994 ingin meneliti Orang Utan, lalu baru mencoba meneliti beruang madu pada 1997.
Ahli Biologi dari University of Amsterdam ini mengatakan melakukan penelitian sampai 2001 di Hutan Lindung Sungai Wain. Dia menyebut selama masa kepemimpinan Wali Kota Balikpapan Imdaad Hamid yang konsisten dalam bidang konservasi hutan.
Sejak 2015 Gabriella menyebut ekosistem di kawasan pinggir Hutan Lindung Sungai Wain mulai memburuk. Salah satunya di sebelah utara wilayah Inhutani. Kondisi ini banyak disebabkan oleh konversi lahan di area tersebut. Menurut Gabriella kondisi inilah yang akan mengancam habitat beruang madu.
"Jadi, di sekitar hutan lindung Sungai Wain sekarang cukup mencemaskan. Padahal binatang seperti itu perlu wilayah yang cukup luas untuk populasinya," ungkapnya.
Gabriella mengklaim Yayasan Pro Natura masih akan menjaga populasi beruang madu agar tetap bisa berkembang biak meski dalam kondisi ekosistem yang kurang memadai.