Bisnis.com, SAMARINDA – Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur menjanjikan pembangunan sejumlah program penanggulangan banjir dimulai tahun ini.
Menurut Kepala Bagian Infrastruktur, Fisik, dan Bangunan Biro Infrastruktur dan Sumber Daya Pemprov Kaltim Erwin Dharmawan, Pemprov Kaltim sudah sepakat selain membangun kolam retensi Sempaja, juga akan menindaklanjuti sejumlah proyek penanggulangan banjir lainnya.
“Saat ini yang pasti kolam retensi Sempaja di belakang Stadion Sempaja. Tidak semua proyek bendungan itu ada di Pemkot Samarinda. Ada juga yang jadi PSN [Proyek Strategis Nasional],” kata Erwin kepada Bisnis di Kantor Gubernur Kalitim pada Kamis (20/6/2019).
Erwin menambahkan sejumlah proyek bendungan, embung, dan kolam retensi lainnya juga potensial menjadi PSN. Namun, itu bisa terwujud dalam jangka menengah. Oleh sebab itu, jangka pendek yang utama selain pembangunan kolam retensi Sempaja juga normalisasi Sungai Karang Mumus.
“Iya, nanti jangka menengah fokus kita masih relokasi masyarakat di pinggiran sungai semua. Normalisasi sungai,” sambung Erwin.
Pengamat Tata Kota dari Institut Teknologi Kalimantan (ITK) Farid Nurrahman tak menampik bahwa Samarinda memang sangat rentan dengan banjir ketika hujan mulai turun.
Dia menyebutkan salah satu faktor yang menyebabkan banjir di Samarinda adalah alih fungsi lahan yang sebelumnya direncanakan sebagai bendungan atau embung menjadi pemukiman, tambang, dan perkebunan.
Farid menilai rencana tata ruang Kota Samarinda baru ada sekitar 2013 lalu dan sampai saat ini belum ada kajian baru untuk merevisi tata ruang kota.
Rancangan itu lalu sudah melalui Perda RTRW melalui keputusan dari DPRD Provinsi Kota Samarinda. Sayangnya, kata Farid, rancangan tata kota tersebut memang belum menyesuaikan dengan masterplan pengendalian banjir yang diluncurkan sejak 2005.
“Seharusnya masterplan pengendalian banjir itu harus dibuatkan zonasinya. Namun RTRW telanjur ditentukan dan itu belum dizonasikan. Padahal semua rencana tata ruang seharusnya mengikuti materi teknis yang berisi semua analisa sesuai konteks masyarakat,” jelas Farid.
Dengan tumpang tindihnya zonasi semisal ruang terbuka hijau menjadi permukiman, atau zona pemukiman menjaid tambang, Pemkot Samarinda dan Pemprov Kaltim perlu menyusun ulang kajian tata kota dan pengendalian banjir untuk jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.
Sebagai contoh, untuk jangka pendek, Farid mengusulkan pentingnya program mitigasi bencana. Lalu untuk jangka menengah perlu pembangunan infrastruktur pendukung dengan masterplan yang terbaru. Hal ini mengingat selain tata ruang, demografi Kota Samarinda juga berubah dari populasi masyarakat sekitar 750.000 jiwa, sekarang sekitar 950.000 jiwa.
“Harus ada perencanaan juga pengendalian. Kalau tidak ada pengendalian, ketika lahan diubah perumahan itu tidak bisa disalahkan. Namanya kota ya pasti butuh perumahan. Maka diperlukan rencana pengendalian yang ideal dengan kondisi 5 sampai 10 tahun terakhir,” tutur Farid.