Bisnis.com, BERAU — Inflasi Kalimantan Timur pada kuartal II/2025 diproyeksikan melandai dibandingkan periode sebelumnya.
Hal ini terjadi ditengah gejolak tarif impor Amerika Serikat yang menghantui perekonomian global.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Kalimantan Timur, Budi Widihartanto menyatakan inflasi Kaltim diprediksi berada dalam rentang target sasaran dengan tren menurun yang stabil.
"Meskipun kebijakan tarif impor Presiden Donald Trump telah meningkatkan ketidakpastian pasar keuangan global dan memberikan dampak signifikan terhadap ekonomi dunia," ujarnya dalam keterangan resmi, Kamis (24/7/2025).
Menurutnya, fenomena kontradiktif ini terjadi berkat timing yang tepat dari siklus produksi lokal.
Budi menyebutkan, masa panen raya komoditas strategis seperti beras, aneka cabai, dan hortikultura memberikan bantalan empuk bagi stabilitas harga domestik.
Baca Juga
Sementara ekonom memproyeksikan kenaikan inflasi nasional bisa mencapai 1% hingga 2% akibat dampak tarif Trump, Kaltim malah mencatat inflasi tahunan April 2025 sebesar 1,57% (year-on-year/yoy), atau turun drastis dari 3,20% periode sama tahun sebelumnya.
Angka bulanan April pun hanya 0,90% (month-to-month), atau melambat dari 2,02% bulan sebelumnya.
Kendati demikian, kelompok makanan, minuman, dan tembakau tetap menjadi kontributor utama dengan andil 0,51% yoy, meski mengalami penurunan dari tekanan Maret yang mencapai 3,84%.
Yang menarik, sektor transportasi justru menjadi penyelamat tak terduga dengan deflasi 2,83% yoy.
Dia menyebutkan, pemberian diskon tarif angkutan udara selama Idufitri menciptakan efek domino positif yang berlawanan dengan tren kenaikan biaya transportasi global akibat ketegangan perdagangan.
Meski begitu, sejumlah awan gelap masih mengintai.
Risiko kenaikan harga beras akibat berakhirnya beberapa masa panen dan peningkatan harga Gabah Kering Giling (GKG) pada Mei 2025 dapat membalikkan tren positif ini.
Ditambah lagi, momentum Iduladha yang mendorong konsumsi dapat memberikan tekanan tambahan.
Faktor cuaca juga menjadi variabel tak terduga. Prakiraan BMKG tentang curah hujan intensitas menengah hingga tinggi (200-500 mm per bulan) pada Juni 2025 berpotensi mengganggu produksi hortikultura yang sensitif terhadap perubahan iklim.
Adapun, Budi menuturkan kondisi ini diperparah oleh anomali iklim global dengan Sea Surface Temperature Nino3.4 pada indeks -0,18 dan Indian Ocean Dipole netral dengan indeks -0,15, yang diprediksi bertahan hingga semester kedua 2025.