Bisnis.com, SAMARINDA — Industri batu bara Kalimantan Timur tengah menghadapi tekanan serius akibat melemahnya pasar ekspor global.
Kondisi ini memaksa sejumlah perusahaan mengurangi produksi dan tidak memperpanjang kontrak kerja karyawan (PKWT), sehingga mengancam stabilitas lapangan kerja di sektor yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi daerah.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Kalimantan Timur, Budi Widihartanto menyatakan kebutuhan domestik untuk batubara masih terbilang signifikan, terutama untuk pemenuhan energi skala besar di Pulau Jawa dan berbagai industri swasta.
"Nah, tentunya ini menjadi penting ya peran pemerintah agar penggunaan batu bara juga tidak turun lebih drastis. Karena kalau lebih drastis efeknya kepada lapangan-lapangan kerja," ujarnya dalam keterangan resmi, Jumat (25/7/2025).
Lebih lanjut, Budi menekankan pentingnya strategi transisi yang terencana mengingat transformasi ekonomi global menuntut pengurangan ketergantungan pada industri tambang demi mencapai target zero emission pada 2060.
"Oleh karena itu perlu ada strategi transisi yang jelas," sebutnya.
Budi melanjutkan, optimalisasi lahan bekas tambang untuk industri energi terbarukan muncul sebagai solusi yang sangat menjanjikan.
Menurutnya, konsep produksi wood pellet (pelet kayu) menjadi alternatif strategis yang layak dikembangkan di lahan-lahan milik perusahaan besar batu bara di Kaltim.
Pemanfaatan lahan bekas tambang untuk menanam tanaman bioenergi seperti Gamal atau Kaliandra menunjukkan potensi ekonomi yang menggiurkan.
Tanaman-tanaman ini tidak hanya mudah tumbuh dengan perawatan minimal, tetapi juga memiliki nilai ekonomi tinggi ketika diolah menjadi wood pellet.
Adapun, Budi mengungkapkan permintaan wood pellet di pasar Asia, khususnya Korea Selatan dan Jepang, serta Eropa terus meningkat untuk kebutuhan industri dan pemanas ruangan rumah tangga.
"Keunggulan wood pellet terletak pada titik bakar yang tinggi namun menghasilkan emisi jauh lebih rendah dibandingkan batubara konvensional," pungkasnya.