Bisnis.com, JAKARTA - Aliansi Masyarakat Adat Nusantara atau AMAN menyesalkan penindakan terhadap dua peladang di Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, karena membuka lahan kurang dari 1 hektare dengan cara membakar.
Dua peladang tersebut, Gusti Maulidin, 63, dan Sarwani, 50, telah menjadi terdakwa kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Kedua warga Desa Rungun, Kecamatan Kotawaringin Lama, Kotawaringin Barat, itu dijerat dengan pasal berlapis gara-gara membakar lahan kurang dari 1 ha untuk menanam padi.
Pertama, Pasal 108 jo Pasal 69 ayat (1) huruf h UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH). Kedua, Pasal 78 ayat (3) jo Pasal 50 ayat (3) huruf d UU No. 41/1999 tentang Kehutanan jo UU No. 18/2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Ketiga, Pasal 187 ke-1 KUH Pidana. Keempat, Pasal 188 KUH Pidana.
Ketua AMAN Kotawaringin Barat Mardani menjelaskan bahwa kedua terdakwa tersebut adalah masyarakat adat yang mewarisi budaya membuka ladang secara terbatas. Menurut dia, kegiatan membakar terbatas untuk kepentingan ketahanan pangan lokal dan tidak merusak lingkungan.
Lagi pula, tambah Mardani, Pasal 69 ayat (2) UU PPLH menjamin kearifan lokal di daerah masing-masing untuk kegiatan membakar. Dalam bagian penjelasan pasal tersebut dicantumkan bahwa kearifan lokal itu adalah pembakaran lahan dengan luas maksimal 2 ha per kepala keluarga.
“Penting juga untuk diketahui, lahan yang dibuka dengan cara membakar oleh Gusti Maulidin secara riil bukan lagi tutupan hutan. Kawasan itu sudah berulang kali dijadikan tempat berladang,” ujarnya dalam siaran pers, Selasa (26/11/2019).
Baca Juga
Mardani memastikan bahwa peladang bukanlah penyebab bencana asap akibat karhutla. Dia lantas membandingkan penegakan hukum karhutla kepada korporasi masih kalah gencar dengan peladang.
“Mereka bukan penjahat, tetapi diperlakukan seperti penjahat lingkungan. Berladang sudah menjadi tradisi turun-temurun,” tuturnya.
Sidang pembacaan tuntutan terhadap Gusti dan Sarwani rencananya digelar pada 9 Desember. Guna menyatakan penolakan, AMAN Kotawaringin Barat berencana mengadakan aksi demonstrasi sebelum sidang.
“Aksi ini nanti tidak hanya menuntut dua anggota kami dibebaskan. Tapi juga menuntut perlindungan terhadap kami,” ujar Mardani.