Bisnis.com, SAMARINDA – Dinas Perkebunan (Disbun) Kaltim mendorong terbitnya Sertifikasi Indikasi Geografis (IG) lada Malonan 1 sebagai bentuk peningkatan daya saing komoditas yang berkelanjutan.
Kepala Disbun Kaltim Ujang Rachmad menyatakan hal tersebut dilakukan sebagai upaya untuk menjaga kualitas produk, stabilitas harga sekaligus melindungi/mempertahankan kekhasan produk lada di Kalimantan Timur.
“Sebagai satu dari bagian strategi pembangunan perkebunan berkelanjutan di Kalimantan Timur di mana satu di antara strategi itu adalah kita ingin memprioritaskan pada pengembangan komoditas non sawit. Jadi lada bagian dari komoditas tersebut bersama-sama dengan komoditas yang lainnya yaitu karet dan Kakao di Kalimantan Timur,” ujarnya, Rabu (27/7/2021).
Sebagai informasi, indikasi geografis adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang, yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan.
Menurutnya, sertifikasi indikasi geografis merupakan salah satu cara untuk efisiensi rantai pasok lada Kaltim.
“Bagaimana agar petani dipertemukan langsung dengan pembeli, karena selama ini mereka menjualnya kepada tengkulak yang tidak distandarisasi,” katanya.
Baca Juga
Selain itu, dia menuturkan bahwa petani lada seringkali dihadapkan kepada harga yang rendah yang sengaja dibuat rendah oleh beberapa pihak. “Padahal harga komoditas lada di tingkat internasional tidak serendah itu,” tuturnya.
Dia mengungkapkan bahwa komoditas perkebunan sangat dipengaruhi oleh ada supply dan demand dalam konteks harga di tingkat dunia.
“Tetapi harga yang terlalu rendah itu juga harus dilihat penyebabnya apa. Apakah ini karena rantai pasok atau karena memang dikondisikan supaya rendah di tingkat petani. Padahal di tingkat pengumpul yang lainnya harganya tidak seperti itu,” ungkapnya.
Adapun, dia berharap agar sertifikasi IG tersebut dapat memacu produktivitas petani yang saat ini mengalami penurunan dibandingkan beberapa dasawarsa sebelumnya.
Berdasarkan data Disbun Kaltim, luas areal dan produksi tanaman lada sejak tahun 2011 sampai sekarang mengalami penurunan yang signifikan.
Tahun 2009 tercatat sebagai tahun dimana luas areal kebun lada Kaltim menjadi paling luas yaitu sebesar 14.900 hektare dengan produksi 11.121 ton. Sedangkan, 2010 menjadi 12.505 hektare hingga 2020 hanya tersisa 8.247 hektare dengan produksi mencapai 3.760 ton.
Adapun, penyebab antara lain tanaman tua/rusak, kurang tahannya tanaman terhadap serangan hama/ penyakit dan beralih fungsi menjadi lahan tambang, kebun sawit dan lain-lain.